Sabarnuddin Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Padang
BEDELAU.COM --Pekerjaan menjadi salah satu faktor yang sangat vital bagi tumbuh kembang suatu negara, pasalnya dengan tingkat kualitas dan kuantitas yang baik semakin memperlihatkan kekuatan ekonomi yang berdaya saing. Di era digital saat ini yang seolah mempermudah dan membuka seluas-luasnya dunia kerja utamanya bagi usia produktif justru berbanding terbalik dengan data yang yang dirilis oleh Litbang Kompas dan BPS dalam 15 tahun terakhir pekerja yang diserap sektor formal menurun; Tahun 2009-2014 (15,6 juta Orang), Tahun 2014-2019 (8,5 Juta Orang), Tahun 2019-2024 (2 Juta Orang). Masih dari rilis data Litbang Kompas dan BPS rata- rata lulusan dari seluruh jenjang pendidikan yang langsung mendapat pekerjaan tahun 2017 (21, 9%) tahun 2022 ( 13, 6%). Kondisi ini sangat miris bila dilihat dengan kondisi alam indonesia yang melimpah ruah dengan berbagai kesempatan yang tersedia, namun faktanya semakin hari persaingan semakin ketat dan imbasnya pada sosial ekonomi dan tatanan masyarakat yang semakin rawan akan kriminalitas. Dengan penyerapan yang semakin menurun dan berdampak pada Gen Z atau para pelajar atau lulusan perguruan tinggi yang tengah memasuki dunia kerja. Dengan berat hati akhirnya mereka harus bekerja di sektor informal dengan rata-rata upah Rp.1,9 juta perbulan, ini lebih rendah dari upah pekerja formal sebesar Rp.3,1 juta perbulan.
Dengan data ini pemerintah yang memiliki segala kelengkapan kewenangan harus mampu mengalokasikan anggaran. APBN yang tersedia bukan hanya untuk Bantuan Langsung Tunai(BLT) yang tertuju untuk masyarakat miskin namun juga mengupayakan agar keterampilan masyarakat untuk bekerja atau memiliki keahlian untuk mendapat penghasilan dan evaluasi terhadap sekolah dan perguruan tinggi. Rendahnya penyerapan tenaga kerja menjadi problem serius yang menjadi bahasan khusus bagi pemerintah pusat dan daerah, sebab ekonomi hanya akan maju dengan meningkatnya ekonomi lokal dan pusat salah satu elemennya ialah penyerapan tenaga kerja yang seimbang. Fokus pemerintah yang mengupayakan membangun berbagai fasilitas publik sebagai sarana akses masyarakat nyatanya tidak berpengaruh bagi angkatan kerja yang sangat membutuhkan lowongan pekerjaan. Seyogyanya pemerintah membuat banyak proyek didaerah dan menyediakan pula kesempatan kerja putra daerah dengan demikian proyek yang berjalan berdampak dan memajukan ekonomi setempat. Kajian akademis baik sebelum, saat dan pasca pengerjaan proyek harus dibahas secara mendalam, pasalnya janji pemerintah yang ingin membuat berbagai fasilatas publik namun mematikan ekonomi mikro yang selama ini berjalan di daerah.
Angkatan Kerja Yang Tidak Memiliki Kompetensi
Kondisi yang sangat kompleks saat ini diperparah dengan tidak adanya keseriusan pemerintah membenahi kesiapan generasi yang akan memasuki dunia kerja. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021, 21 dari 100 Gen Z usia 16-18 tahun tidak bersekolah. Gen Z dengan usia 15 -24 tahun sebanyak 9,9 juta orang tidak bekerja dan tidak bersekolah (BPS,2023). Gen Z pedesaan yang tidak menguasai Teknologi, Informasi dan Komputer sebanyak 12,2% (BPS,2023). Sangat miris melihat fenomena hari ini dengan segudang PR yang harus diselesaikan namun pemerintah seolah “cuci tangan” dengan menyalahkan pihak lain dan flying victim seolah memang kondisi memang harus terjadi. Menuju indonesia emas 2025 kurang lebih 20 tahun lagi, ini berarti ketertinggalan ini harus dikejar dengan kerja keras dan kerja sama seluruh pihak. Pemerintah menyiapkan regulasi alternatif untuk pendidikan dan swasta serta menggandeng stakeholder guna percepatan program kemajuan kompentesi para pelajar Indonesia.
Upaya yang selama ini dikejar oleh pemerintah melalui kurikulum yang keluarkan oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) masih berkutat pada bahasan materi yang belum sepenuhnya relate dengan kehidupan sehari-hari. Sebagai permisalan persiapan mengenai pengelolaan keuangan yang menjadi ilmu dasar bagi setiap anak yang kelak menjadi tenaga kerja tidak seluruhnya mendapatkan pengajaran tersebut. Ilmu dasar keuangan ini tidak difokuskan untuk dikembangkan dengan ini kelak para pelajar yang menginjak usia angkatan kerja mampu menjadi pengembang lapangan kerja bukan hanya pencari lowongan kerja. Ide bisnis dan usaha banyak yang bisa dikembangkan dengan varian dan gaya tertentu akan menghantarkan kemajuan UMKM yang akan menambah kalkulasi ekonomi setempat.
Gaya Hidup Gen Z Yang Semakin Hedon
Pengaruh budaya barat menjadi faktor yang mengubah pandangan dan gaya hidup yang seolah jauh dari aturan masyarakat. Gaya Gen Z yang seolah ingin bebas dengan tanpa aturan yang mengikat menjadikan lingkungan masyarakat tidak lagi aman dari tingkah laku yang tidak lagi bermoral para pemuda. Kondisi ini menjadikan mereka tidak merencanakan atau menyiapkan diri sebagai tenaga kerja yang kompeten, dalam pikiran mereka dengan gaya bebas mereka mampu mencari penghidupan tanpa mengikuti masyarakat yang serba diatur. Dengan pandangan yang seolah-olah benar ini menjadi dasar mereka melakukan tindakan apapun termasuk “masa bodoh” dengan apapun yang terjadi pada lingkungannya.
Gaya hidup yang tidak mencerminkan ketinggian moral dan adab menjadi faktor Gen Z sulit untuk dapat bertahan dengan segala turandi perusahan atau tidak diterima disuatu perusahaan dengan gaya yang ditampilkan tersebut. realitas masyarakat menghadapi para pemuda yang melakukan apapun sesuka hatinya bahkan tidak lagi melihat apapkah itu tibdakan pidana atau tau tidak, anggapan apapun yang telah mengganggunya ia berhap melakukan apapun dan ini menjadi benar dalam benak Gen Z saat ini. pendidikan karakter yang sudah tidak lagi ditekankan olh orang tua dan guru di sekolah seolah menjadi pembenaran oleh mereka bertindak bringas dan brutal dengan dalih kebebasan berekspresi mereka
Persaingan Perusahaan Besar Yang Sangat Cepat
Center Economics and Development Studies (CEDS) Universitas Padjajaran (UNPAD) menyimpulkan tingkat persaingan usaha di Indonesia pada tahun 2023 sedikit mengalami peningkatan. Simpulan tersebut ditunjukkan dari Indeks Persaingan Usaha (IPU) Indonesia tahun lalu yang mengalami peningkatan sebesar 0,04 dari tahun sebelumnya menjadi angka 4,91. Hal ini menjadi satu keberhasilan dalam dunia usaha yang semakin maju namun dibalik ini tentu terdapat tuntutan berbagai perusahaan yang mengaharuskan para pegawai atau karyawannya untuk mempelajari kondisi lapangan maupun kemajuan teknologi hari ini. peningkatan yang telah diraih jika tidak diimbangi dengan adaptasi kondisi yang terus berubah akan tertinggal jauh dari persaingan.
Ditengah keberhasilan ini tentu ada perusahaan lain yang justru harus gulung tikar akibat pengelolaan yang tidak seimbang, dan itu dimiliki oleh BUMN. Sebanyak 21 BUMN dan 1 anak usaha BUMN saat ini berstatus titip kelola dan tengah ditangani oleh PT Perusahaan Perngelola Aset(Persero) atau PPA. Dari 22 total perusahaan tersebut, hanya 4 yang memiliki potensi pulih . sementara 6 perusahaan lain kemungkinan besar akan dihentikan pengoperasiannya. 6 perusahaan pelat merah tersebut kemungkinan akan dihentikan melalui mekanisme likuidasia atau pembubaran. Adapin 6 perusahaan tersebut ialah PT Indah Karya (Persero), PT DOK dan Perkapalan Surabaya (Persero), PT Amarta Karya (Persero), PT Barata Indonesia (Persero), Pt Varuna Tirta Indonesia (Persero), dan PT Semen Kupang. Tentu hal ini harus dievaluasi besar-besaran oleh pemerintah bagaimana pengelolaan BUMN selama ini dengan pembubaran perusahaan ini tentu menambah pengangguran yang telah melonjak tinggi saat ini.