Logo Partai Golka, foto: Riauaktual.com
BEDELAU.COM --Kekalahan beruntun Partai Golkar di tahun 2024 usai kehilangan kursi Ketua DPRD Riau dan kader yang bertumbangan di Pilkada Serentak dinilai pengamat tidak terlalu mengejutkan.
Pengamat politik dari Universitas Islam Riau (UIR) Doktor Panca Setyo Prihatin mengatakan bahwa ia telah menganalisis kemunduran Golkar sejak tahun 2020 yang lalu.
"Dalam analisis saya sebelumnya pernah mengatakan bahwa hasil Pilkada serentak susulan 2020 yang lalu, ke depan partai Golkar akan semakin sulit bergerak karena tujuh dari sembilan calon kepala daerah yang diusung kalah, partai Golkar hanya menang di Rohil, Inhu dan Kuansing," kata Panca, Jumat (29/11/224).
Tak hanya itu, bahkan meskipun di daerah-daerah tersebut dimenangkan Golkar namun menyusul para elit partai Golkar yang malah hijrah ke partai lain. "Ini menyebabkan basis partai seperti kehilangan induk," ujarnya.
Analisis Panca itu semakin menguat saat melihat posisi Golkar semakin tergerus pada Pemilihan Legislatif (Pileg) Februari 2024. Meskipun total perolehan suara Golkar masih tinggi, namun Golkar tak mampu mempertahankan kursi Ketua DPRD Riau.
Kondisi ini diperparah pada Pilkada Serentak di mana para elit partai di eksekutif dan legislatif justru diprioritaskan maju dibandingkan kader-kader yang potensial.
"Akhirnya perjalanan menuju Pilkada serentak November 2024 semakin mengkhawatirkan ketika partai memutuskan elit partai di eksekutif dan legislatif mendapatkan skala prioritas maju sebagai calon gubernur/bupati/walikota tanpa memperhatikan popularitas dan elektabilitasnya. Di situlah mulai terasa bahwa partai ini mulai goyah," pungkas Panca.
Hasil kerja Ketua DPD I Golkar Riau Syamsuar sebagai petahana Gubernur Riau yang tidak memuaskan publik dinilai Panca turut menjadi salah satu pangkal persoalan di level grass root (akar rumput).
"Seperti persoalan infrastruktur yang menjadi urat nadi ekonomi masyarakat. Jalan, jembatan, listrik dan lain-lain itu terasa lamban direspon," paparnya.
Segala kegundahan hati masyarakat itulah menurut Panca yang kemudian diluapkan pada Pilkada. Masyarakat dianggap lebih memilih calon pemimpin yang lain dengan anggapan dapat memberi harapan baru.
"Fakta dari hasil hitung cepat hampir semua daerah calon yang diusung partai ini kalah dan tanpa teraju atau pemimpin yang kuat dipastikan kondisi partai akan semakin sulit menapaki konstalasi yang semakin bertambah berat kedepan," tutup Panca.
Sumber: Riauaktual.com