Ilustrasi (foto:cakaplah.com)
BEDELAU.COM --Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Sarana Pembangunan Riau (SPR), Rahman Akil dikabarkan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Penetapan status tersangka tersebut disebut-sebut atas laporan sebelumnya terkait kontrak kerja sama pengelolaan minyak di Blok Langgak antara PT SPR dan Kingswood Capital Ltd (KCL) dan PT Chevron Pacific Indonesia.
Saat itu Rahman Akil sendiri tercatat juga merangkap jabatan sebagai Dirut di PT SPR Langgak, anak perusahaan dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT SPR.
"Informasi seperti itu. Tapi kami belum dapat laporan resminya ke Pemprov Riau terkait itu (penetapan tersangka)," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Perekonomian dan Sumber Daya Alam Setdaprov Riau Helmi D, Sabtu (12/7/2025).
Bahkan, kata Helmi, beberapa hari lalu pihak PT KCL ada melakukan komunikasi dengan Biro Perekonomian dan Sumber Daya Alam Setdaprov Riau terkait kontrak kerja sama.
"Beberapa waktu lalu pihak PT KCL ada menghubungi saya terkait akan berakhirnya kontrak kerja sama pada tahun 2030. Tapi mereka tidak ada membahas soal itu. Saya juga komunikasi dengan Komisaris PT SPR Langgak beliau juga belum mengetahui informasi itu," ujarnya.
Selain Rahman Akil, Bareskrim Polri juga dikabarkan menetapkan salah satu pejabat penting di jajajaran PT SPR Langgak di era kepemimpinan Rahman Akil bernama Debby.
Jika kabar mengenai penetapan tersangka terhadap Rahman Akil dan Debby tersebut, maka kasus kontrak kerjasama pengelolaan minyak di Blok Langgak antara PT SPR dan Kingswood Capital Ltd (KCL) dan PT Chevron Pacific Indonesia yang dilaksanakan dalam kurun waktu 2015-2018 itu pun semakin mendekati babak akhir.
Rusli Zainal selaku Gubernur Riau (Gubri) ketika kontrak kerja sama dijalankan oleh PT SPR Langgak saat itu, sudah dipanggil penyidik untuk dimintai keterangan di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada pertengahan 2024 lalu.
Masih menyoal PT SPR Langgal, BPKP Perwakilan Riau menemukan dugaan penyimpangan keuangan negara saat melakukan audit terhadap PT SPR era Rahman Akil. Kerugian negara disebut mencapai ratusan miliar rupiah, dimana Rp84 miliar mengalir ke sejumlah rekening.
Sebelumnya Pengacara PT Kingswood Capital Ltd (KCL), Marsella mengatakan jika PT KCL menempug jalur hukum untuk mencari jalan keluar terkait persoalan tersebut.
"Pihak KCL memutuskan menempuh upaya hukum, kita sudah mencari jalan keluar bersama. Ini kaitannya dengan kontrak kerjasama, pada saat mengikuti tender konsorsium, KCL harusnya dilibatkan oleh SPR Langgak. Ketika mulai bekerjasama, pada awalnya berjalan baik (2010-2015). PT SPR pada waktu itu mau menjalankan sebagai operator dengan membentuk anak perusahaan SPR Langgak," kata Marsella.
Menurutnya, dari tahun 2010-2015 kerja sama tersebut berjalan dengan lancar, dimana kesepakatan perjanjian 50-50 (PT SPR dan KCL). Namun permasalahannya seiring berjalannya waktu, hak-hak KCL tidak diberikan yang diduga disebabkan dari hasil audit investigasi BPKP atas permintaan Pemprov Riau tahun 2015, meskipun demikian masih ada pembayaran sampai tahun 2015.
“Tahun 2010-2015 zaman Direktur Rahman Akil, ada pembayaran. Sementara dari tahun 2016 pembayaran sampai sekarang (2024) tidak ada lagi. Kalau terkait angka Rp100 miliar, mereka tidak memberikan laporan, yang dibaginya berapa, kalo dihitung secara asumsi kasar, angkanya memang segitu (Rp100 miliar)," sebut Marsella.
Persoalannya muncul, karena setelah tahun 2016 sampai sekarang hak dari kontrak kerja sama yang telah dikuatkan oleh putusan Pengadilan sampai PK dari Pemprov Riau tak kunjung diberikan. Sehingga pihak KCL melakukan langkah hukum dengan gugatan perdata untuk memfailitkan perusahaan plat merah tersebut.
"Sampai hari ini mereka (PT SPR) berhenti membayarkan. Bahkan dari tahun 2016 ada tagihan pajak yang masuk ke KCL, dilaporkan sudah ada pembayaran, sementara kita belum terima pembayaran sama sekali sejak tahun 2016," sebut Marsella.
Dengan situasi tersebut, lanjut Marsella, kemudian pihak KCL melaporkan permasalahan ini ke Mabes Polri, karena ada dugaan penggelapan disana.
"Kenapa dilaporkan penggelapan, karena seharusnya dana hak kerja sama KCL ada di rekening, harusnya uangnya ada. Ternyata dicek uangnya gak ada di SPR nya, kita akhirnya complain ke pihak Gubernur dan akhirnya lakukan pengecekan, keknya juga mereka baru tau dana tersebut tidak ada," terangnya.
Dengan situasi tersebut diduga dana yang bernilai mencapai ratusan miliar menguap dan mengalir ke sejumlah pejabat Pemprov Riau dari tahun 2016 sampai sekarang.
Bahkan setelah dilakukan rapat antara KCL dengan PT SPR dan Pemprov. Riau, diketahui bahwa dana yang seharusnya diberikan atau disetorkan ke pihak KCL tidak ada di rekening PT SPR. Hal itu diketahui dari beberapa kali RUPS.
Saat ditanyakan tindaklanjut dari pihak KCL, pihaknya berharap wacana Pemerintah Provinsi Riau mencarikan solusi dapat menemukan titik terang. Sehingga hak-hak PT KCL tersebut dapat segera dibayarkan.
"Kami harap ada solusi dari Pemerintah Provinsi Riau, agar semua ada titik terang," pungkasnya.
Sumber: cakaplah.com