Jawaban Sri Mulyani Dikritik soal Utang Negara: It's Good

Ahad, 24 Oktober 2021

BEDELAU.COM --Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengaku senang banyak pihak yang menyoroti pengelolaan keuangan negara, termasuk utang.

Ia mengatakan sorotan dan kritik itu membuktikan publik mempunyai rasa kepemilikan dan perhatian terhadap kondisi keuangan negara.
 
"Sekarang semua orang ngurusin utang, semua orang bicara soal itu. Jadi it's good. Kita punya ownership terhadap keuangan negara," kata Sri Mulyani dalam acara bedah buku Melintasi Tiga Krisis Multidimensi, Minggu (24/10).
 
Sri Mulyani mengatakan hal itu merupakan suatu kemajuan. Sebab sebelumnya publik tak pernah dan bisa memperhatikan keuangan negara.
 
"Kalau hari ini banyak yang melihat pada keuangan negara yang sangat sangat detail itu saya sangat senang banget. Pada 1997, 1998, tidak ada yang lihat APBN.
 
Pada 2008 pun tidak ada," kata dia.
 
Sebagai informasi berdasarkan data Bank Indonesia, utang luar negeri RI per Agustus 2021 lalu tembus US$423,5 miliar atau Rp5.957 triliun (kurs Rp14.066 per dolar AS) pada Agustus 2021 kemarin atau tumbuh 2,7 persen secara year on year (yoy).
 
Pertumbuhan utang itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan Juli 2021 yang hanya 1,7 persen (yoy). BI menyatakan peningkatan pertumbuhan utang tersebut disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral).
 
BI merinci utang luar negeri itu dihimpun oleh dua pihak. Pertama, pemerintah.
 
Posisi ULN Pemerintah per Agustus 2021 kemarin mencapai US$207,5 miliar. Itu tumbuh 3,7 persen secara yoy.
 
Kedua, swasta yang tercatat sebesar US$206,8 miliar.
 
Selain itu, belakangan ini Indonesia juga disebut punya utang tersembunyi sebesar US$17,28 miliar atau Rp245,37 triliun (asumsi kurs Rp14.200 per dolar AS) ke China.
 
Keberadaan utang ini tercium dari laporan dari lembaga riset AidData bertajuk 'Banking on the Belt and Road: Insight from a new global dataset of 13.427 chinese development projects'.
 
Utang tersembunyi yang diberikan China ke Indonesia tak tercatat di lembaga pemerintah. Pasalnya, utang itu bukan disalurkan lewat pemerintah, tetapi perusahaan negara atau BUMN.
 
Selain BUMN, utang juga disalurkan lewat bank milik negara, dan perusahaan swasta.
 
"Utang ini sebagian besar tidak muncul di neraca pemerintah," jelas AidData.
 
Utang sempat memantik kritik sejumlah kalangan, salah satunya ekonom senior Faisal Basri. Faisal mengkritik pengelolaan utang oleh pemerintah selama ini terlalu boros dan tak efektif dalam mengungkit kinerja ekonomi.
 
Ini katanya bisa dilihat dari perkembangan utang di era Jokowi yang pesat. Di tengah perkembangan pesat itu, ekonomi hanya tumbuh di kisaran 5 persen.
 
 
 
Sumber: [cnnindonesia.com]