Jokowi Ngamuk ke Pertamina-PLN, Ini Masalahnya

Ahad, 21 November 2021

BEDELAU.COM --Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluapkan kekesalannya ke PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). Hal ini terjadi saat pengarahan ia lakukan kepada komisaris dan direksi kedua BUMN itu, 16 November lalu.

Acara itu sendiri dihadiri Menteri BUMN Erick Thohir, Komisaris Utara Pertamina Basuki Tjahaja Purnama, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, dan Komisaris Utama PLN Amien Sunaryadi. Mengapa itu terjadi?
 
Ini terkait investasi di Pertamina dan PLN. Presiden menilai banyak investasi yang ingin masuk namun terkendala sejumlah faktor.
 
"Kemudian yang berkaitan dengan investasi. Saya melihat sebetulnya investasi yang ingin masuk ke Pertamina, PLN ini ngantre dan banyak sekali, tapi ruwetnya itu ada di birokrasi kita dan BUMN kita sendiri," ujar Jokowi, dikutip Minggu (21/11/2021).
 
"Terus ini ke lapangan kadang-kadang pengen marah untuk sesuatu yang saya tahu, tapi kok sulit banget dilakukan, sesuatu yang gampang kok gak jalan-jalan. Posisi-posisi ini yang harus terus diperbaiki dengan profesionalisme yang bapak-ibu miliki," lanjutnya.
 
Jokowi menekankan setiap penugasan harus dihitung konsekuensinya. Baik Pertamina (harga premium dan elpiji) maupun untuk PLN (tarif listrik).
 
"Itu disampaikan secara transparan dan terbuka. Blak-blakan dengan angka-angka, dengan kalkulasi, dengan hitung-hitungan. Tapi yang logis. Karena penugasan, mikirnya gak dicek, gak dikontrol," kata Jokowi.
 
"Itu nanti kalau mau sekuritisasi akan ketahuan, harganya kemahalan, sulit untuk disekuritisasi karena mentang-mentang ada penugasan, terus numpang. Ini yang harus kita hindari. Kalau kebangetan akan saya lakukan tindakan," lanjutnya.
 
Itu artinya, menurut Jokowi, Pertamina dan PLN harus menjaga tata kelola dari setiap penugasan yang ada.
 
"Sekali lagi jangan numpangi, jangan sembunyi atas nama penugasan sehingga tata kelolanya tidak efisien, procurement-nya tidak bener. Ini yang harus dihindari dengan yang namanya penugasan," katanya.
 
"Itu kelemahan BUMN itu kalau sudah ada penugasan itu, ini menjadi tidak profesional. Titik lemahnya ada di situ sehingga profesionalismenya jadi hilang," lanjutnya.
 
Terkait investasi, lanjut Jokowi, keputusan memang ada pada perseroan. Tapi pemerintah juga memiliki strategi besar untuk membawa Indonesia ke sebuah tujuan negara yang dicita-citakan bersama.
 
"Itulah pentingnya profesionalisme dan kepentingan negara. Kepentingan perusahaan dan negara ini bisa berjalan beriringan. Sehingga sekali lagi saudara-saudara menyampaikan risiko-risikonya, konsekuensinya, kalkulasinya, menyampaikan hitung-hitungannya setiap penugasan itu untuk memberikan dukungan kepada pemerintah terhadap rencana besar yang ingin kita bangun," ujar Jokowi.
 
Sementara itu, Jokowi juga sempat mengungkapkan kekesalahannya soal proyek kilang di Tuban yang digarap PT Pertamina yang sempat tertunda. Proyek ini merupakan proyek pembangunan kilang minyak baru (Grass Root Refinery/GRR), di mana pembangunannya merupakan bentuk kerja sama antara Pertamina bersama perusahaan minyak asal Rusia, Rosneft, berlokasi di Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
 
Jokowi mengungkapkan, di balik awal mula Rosneft ingin berinvestasi bersama Pertamina, namun tak disambut dengan cepat oleh Pertamina. Malah sekarang baru terealisasi 5%.
 
"Pertamina sudah bertahun-tahun yang namanya Rosneft di Tuban ingin investasi. Sudah mulai, saya ngerti Rosneftnya ingin cepat, tapi kitanya gak pengen cepat," jelas Jokowi.
"Ini investasinya besar sekali, Rp 168 triliun, tapi realisasi baru kira-kira Rp 5,8 triliun," ujar Jokowi lagi sambil menarik nafas panjang.
 
Menurut Jokowi, mandeknya proyek kilang ini, karena berbagai alasan. Salah satunya pemerintah diminta untuk membangun sejumlah infrastruktur yang bisa menghubungkan kepada proyek tersebut.
 
Kendati demikian, alasan mendasar proyek ini tertahan, menurut Jokowi, bukan karena permintaan pembangunan infrastruktur itu. Tapi, karena budaya bisnis yang dijalankan Pertamina tersebut tidak pernah berubah, atau hanya mengerjakan proyek sesuai rutinitas saja.
 
"Alasannya ada saja, minta kereta api lah, minta jalan tol lah. Baru mulai berapa persen Rp 5 triliun itu, 5% aja belum ada, gak ada masalah kok. Memang fasilitas seperti itu, pemerintah yang harus membangun, gak ada masalah," jelas Jokowi.
 
"Ini ada masalah karena ini, tapi kan problemnya bukan itu. Problemnya comfort zone, zona nyaman, zona rutinitas itu yang ingin kita hilangkan. Masih senang dengan comfort zone, udah gak bisa lagi," tuturnya.
 
Tak jauh dari proyek tersebut, kata Jokowi, ada pula proyek yang lagi-lagi Pertamina lelet untuk mengeksekusi proyek kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI). Malah, proyek itu sudah ada sejak dirinya pertama kali dilantik menjadi presiden periode pertama pada 2014 silam, meski sudah jalan namun belum rampung.
 
"Di dekatnya lagi ada TPPI juga sama, investasinya US$ 3,8 miliar. Juga bertahun-tahun ini sudah sebelum kita ada, kemudian ada masalah, belum jalan-jalan juga," kata Jokowi mengungkapkan kekesalannya lagi.
 
Di hadapan Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, Jokowi bercerita bahwa saat itu ia sampai membentak Dirut Pertamina sebelumnya karena lelet melakukan eksekusi. Padahal, menurut Jokowi, jika TPPI sudah berhasil dibangun, akan menjadi solusi bagi Indonesia untuk mensubstitusi barang-barang impor, sehingga neraca transaksi Indonesia tidak membengkak.
 
"Sehingga waktu Bu Dirut, saya ke sana yang terakhir, Bu Dirut cerita itu ya saya bentak itu karena memang benar, diceritain hal yang sama gitu lho," ungkapnya.
 
"Saya nggak mau dengar cerita itu lagi, saya sudah dengar dari cerita dirut-dirut sebelumnya. Saya blak-blakan, memang biasa," kata Jokowi lagi.
 
 
Sumber: [cnbcindonesia.com]