Ternyata Pohon Emas Tumbuh Subur di Indonesia, Ini Jenisnya

Selasa, 22 Februari 2022

BEDELAU.COM --Mendengar kata kata pohon emas nampak hanya sebatas dongeng belaka. Namun, pohon tersebut benar benar ada. Faktanya, Indonesia memiliki tanaman yang mampu menyerap logam berat, termasuk logam mulia.

Keberadaan pohon emas ini disampaikan oleh Prof Dr Ir Hamim M.Si dari Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University dalam paparannya di Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap IPB University pada November 2021 lalu.
 
Hamim mengatakan, logam berat, termasuk logam mulia seperti emas, tidak mudah terdegradasi dan bisa berada di tanah sampai ratusan tahun. Selain itu, tumbuhan juga memiliki mekanisme fisiologis yang memungkinkannya menyerap logam berat di sekitar tempatnya tumbuh.
 
Tumbuhan yang menyerap logam berat, papar dia, dapat digunakan sebagai pembersih lingkungan karena dapat membersihkan komponen berbahaya untuk dikonsumsi atau biasa disebut fitoremediasi. Adapun jenis tumbuhan yang dapat menyerap logam berat dalam jumlah besar di dalam jaringannya disebut hiperakumulator. Tidak hanya membersihkan, tumbuhan hiperakumulator juga dapat menjadi alat penambangan logam bernilai tinggi atau fitomining.
 
"Selain bisa dimanfaatkan dalam fitoremediasi, tumbuhan ini juga bisa digunakan untuk menambang logam yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti nikel, perak, emas, platinum dan talium, atau suatu kegiatan yang dikenal sebagai fitomining," ujar Hamim dikutip dari detik.com, Selasa (22/2/2022).
 
Jenis-Jenis Pohon Emas Indonesia
Tumbuhan hiperakumulator biasanya banyak ditemukan di wilayah dengan kandungan logam tinggi, seperti di tanah serpentine dan ultramafic yang kaya logam berat seperti nikel, cobalt, dan chromium. Indonesia sendiri termasuk negara dengan lahan ultramafic terbesar di dunia yang meliputi wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku hingga ke Papua.
 
Selain tumbuhan hiperakumulator yang hidup di wilayah ultramafic, ada juga beberapa jenis tumbuhan yang berpotensi jadi agen fitoremediasi dan fitomining. Contohnya yaitu tumbuhan penghasil minyak non-pangan (non-edible oil) seperti jarak pagar (Jatropha curcas), jarak kastor (Ricinus communis), mindi (Melia azedarach) dan kemiri sunan (Reutealis trisperma).
 
Tanaman aromatik penghasil minyak atsiri seperti vetiver (Vetiveria zizanioides), lanjut dia, juga berpotensi besar untuk digunakan sebagai pohon emas agen fitoremediasi maupun fitomining.
 
"Kelompok bayam-bayaman (Amaranthus) yang tumbuh di seputar tailing, memiliki kemampuan akumulasi emas yang paling tinggi, namun karena biomassanya rendah sehingga potensi fitomining-nya tergolong rendah. Tumbuhan lembang (Typha angustifolia) juga cukup tinggi dalam mengakumulasi logam emas (Au). Typha bisa menghasilkan 5-7 gram emas per hektar. Ini tentunya memerlukan eksplorasi yang lebih jauh," jelas Hamim.
 
Meski begitu, toksisitas logam berat dapat menyebabkan penghambatan fotosintesis, pertumbuhan akar dan tajuk yang berakibat pada penurunan produksi bahkan kematian tanaman. Di samping itu, logam berat bisa menyebar melalui rantai makanan secara biologis sehingga membahayakan kesehatan manusia.
 
Mengatasi hal tersebut, Hamim mendapati pemanfaatan cendawan endofit berseptat gelap (Dark Septate Endophyte) dan cendawan mikoriza terbukti dapat membantu tumbuhan-tumbuhan pohon emas beradaptasi pada lingkungan tercemar logam berat.
 
"Penggunaan senyawa amonium tiosianat (NH4SCN) sebagai ligan pelarut emas juga dapat meningkatkan penyerapan emas oleh tanaman dan meningkatkan biomassa tanaman. Ini potensi yang baik untuk program fitomining pada tailing tambang emas," tutupnya.
 
 
Sumber: [cnbcindonesia.com]