Kasi di Disdukcapil Rohil Didakwa Tilap Uang Negara Rp401,5 juta

Senin, 04 Juli 2022

ROHIL, BEDELAU.COM --Tina Kumala Sari akhirnya diadili di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Mantan Kasi Kerja Sama Disdukcapil Kabupaten Rokan Hilir didakwa menilap dana kegiatan Pelayanan Dokumen Kependudukan nonfisik senilai Rp401,5 juta. 

Hal ini sebagaimana terungkap dalam sidang perdana yang digelar, Senin (4/7). Sidang dipimpin mejelis hakim, Yuli Artha Pujayoyama beragendakan pembacaan surat dakwan, didampingi hakim anggota, Salomo Ginting dan Yanuar Anadi. 

Sidang tersebut digelar secara virtual. Terdakwa Tina Kumala Sari mengikuti persidangan dari Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Bagan Siapiapi. 

Sebelum persidangan dimulai, hakim ketua mempertanyakan kepada terdakwa lantaran tidak didampingi penasehit hukumnya. Hal itu, dikareka ancaman hukuman perkara korupsi mengharuskan Tina didampingi oleh penasehat hukum. 

Atas kondisi itu, hakim menawarkan kepada terdakwa untuk didampingi PH dari Pos Bantuan Hukum (Posbakum) Pengadilan Negeri Pekanbaru. “Apakah saudari terdakwa bersedia didampingi penasehat hukum dari Posbakum?" tanya Yuli. 

Bak gayung bersambut, tawaran dari hakim tersebut langsung diterima pesakitan. “Saya bersedia Yang Mulia,” sebut Tina. 

Dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU Herdianto menyampaikan, tindak pidana korupsi yang dilakukan Tina terjadi pada Oktober 2020 lalu. Saat itu, terdakwa selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada kegiatan Pelayanan administrasi kependudukan Disdukcapil Rohil. Dana kegiatan ini bersumber dari DAK nonfisik pada APBN senilai Rp 667.615.000.

"Kegiatan itu terdiri dari honorarium panitia pelaksana kegiatan, honorarium pegawai honor/atau tidak tetap (perangkat kepenghuluan). Kemudian, belanja makan dan minum rapat, transportasi atau jasa uang saku masyarakat, belanja perjalanan dinas dalam daerah serta belanja jasa tenaga administrasi," terangHerdianto.

Proses pencairan dana pada kegiatan itu dilakukan terdakwa dalam 5 tahap. Pertama, bulan Juni 2020 yang bersangkutan mengajukan pencairan untuk pembayaran Honorarium Tenaga Administrasi (front office) dan pembayaran SPPD sebesar Rp30.619.500.

Lalu, September 2020 diajukan pencairan untuk biaya transportasi, biaya makan minum rapat dan SPPD sebesar Rp9.851.000. Namun, untuk biaya transportasi tidak dibayarkan kepada peserta. Oleh terdakwa menirukan tanda tangan para peserta untuk kelengkapan Surat Pertanggungjawaban.

Selanjutnya, terdakwa mengajukan pencairan untuk pembayaran Honorarium Pelaksana Kegiatan, Honorarium Tenaga Administrasi (front office) dan SPPD sebesar Rp87.614.500 pada November. Dan terdakwa kembali mengajukan pembayaran Honorarium Panitia Pelaksana Kegiatan dan Honorarium Pegawai tidak tetap sebesar Rp344.400.000 pada Agustus 2020. 

“Pencairan terakhir Desember 2020. Saat itu, terdakwa mengajukan dana sebesar Rp192 juta untuk pembayaran Honorarium Pegawai Tidak Tetap dan Honorarium Tenaga Administrasi sebesar Rp 192.000.000. Untuk melakukan pencairan dana, terdakwa selaku PPTK mengajukan permohonan pencairan dana tersebut kepada Bendahara, yakni saksi Rita,” imbuhnya. 

Setelah dana tersebut dicairkan sambung JPU, kemudian Rita menyerahkan dana tersebut kepada terdakwa. Untuk kegiatan pembayaran honorarium pegawai honor/tidak tetap (staf Kepenghuluan/Kelurahan) dalam surat pertanggungjawaban total direalisasikan sebesar Rp464 juta, untuk 150 staf Kepenghuluan dan masing-masing staf Kepenghuluan mendapatkan honorarium sebesar Rp2,9 juta.

"Namun terdakwa tidak membayarkan honorarium tersebut kepada staf Kepenghuluan sebanyak 63 orang. Sedangkan 83 orang staf Kepenghuluan dibayarkan terdakwa, namun tidak sesuai jumlah," ulas JPU. 

Bahwa untuk melengkapi SPJ, terdakwa selaku PPTK menandatangani tanda terima penerimaan Honorarium dengan cara menirukan tanda tangan masing-masing dari Panitia Pelaksana Kegiatan. Sehingga seolah-olah Honorarium tersebut sudah dibayarkan dan diterima oleh Panitia Pelaksana Kegiatan.

"Akibat perbuatan terdakwa itu, menyebabkan Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp401.500.000. Terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001," sebut JPU.

Atas dakwaan jaksa itu, terdakwa Tika tidak merasa keberatan. Hakim Yuli kemudian menunda sidang hingga Jumat (15/7/22) mendatang, dengan agenda mendengarkan keterangan para saksi.

 

 

Sumber: riauaktual.com