Tetapi hilangnya tokoh-tokoh penting dalam kepengurusan periode ini yang diikuti isu kudeta dianggapnya sebagai langkah mundur.
"Sekelas partai besar yang pernah berkuasa menang pemilu legislatif 2009 dan memiliki presiden dua periode ini adalah langkah mundur dari pembelajaran politik yang cerdas, jangan sampai Partai Demokrat nanti akan menjadi partai buram dengan politik internal model seperti ini," tutur Arman melansir dihubungi SINDOnews, Rabu (3/2/2021).
Arman mengatakan, seharusnya partai yang lahir pasca reformasi ini harus bisa menyerap dan mengakomodir pola politik kekinian dan tangguh dalam pertarungan politik. Menurutnya, paradigma yang dibangun harus bisa beradaptasi dengan permintaan pasar, sehingga bisa kuat eksis sebagai bagian dari sistem pemerintahan yang demokratis tidak lekang dimakan zaman seiring figur sentral yang meredup.
Menurutnya, fenomena banyaknya tokoh partai yang 'hengkang' dan 'tersingkirkan' juga menambah daftar panjang masalah yang dihadapi partai ini. Sehingga, AHY sebagai pemimpin partai dipacu dengan waktu dan jam terbang untuk membesarkan partai ini.
Arman melihat, ada banyak figur sentral yang hengkang dari partai ini. Sebut saja Marzuki Alie, Hadi Utomo (mantan Ketum PD), Max Sopacua, Ruhut Sitompul, Dedi Mizwar, Saan Mustofa, I Gede Pasek Suardika, Tuan Guru Bajang, dan beberapa elite senior partai yang bisa dibilang ikut berkontribusi dalam pendirian partai tersebut.
"Para pendiri Partai Demokrat mungkin berharap penetrasi dan jangkauan partai ini lebih dinamis lihai menangkap aspirasi masyarakat, bukan sebagai partai kaku yang sarat akan kepentingan kekuasaan dinasti," ujarnya.
Lebih lanjut Arman mengatakan, sebenarnya citra partai ini mulai meredup di hati pemilih setelah petinggi yang disebutnya pandawa lima terjerat berbagai kasus korupsi. Tetapi menurut lulusan kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) ini, banyak yang melihat kasus hukum yang menimpa Anas Urbaningrum, terutama para pendukungnya, sebagai rekayasa karena dianggap punya tendensi politik.