“Terdampar di Dunia Wartawan Bukan Pilihan”

Rabu, 03 April 2024

PENULIS : SUKARDI, SH.

KISAH  ini saya tulis bukan untuk mengenang masa lalu. Tapi, menjadi semangat dan motivasi bagi sahabat pena. Ternyata apa yang kita cita-citakan itu, berbanding terbalik. Terkadang yang punya cita-cita ingin jadi presiden, polisi, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dokter, pengusaha sukses tidak ketemu dengan impiannya.

Namun itulah kehidupan yang harus dijalani seperti air mengalir. Yang terpenting adalah berusaha dan berdoa, sisanya Tuhan yang mengaturnya. Jika, usaha dan doa sudah dilakukan. Semua akan terbuka dengan lebar peluang-peluang menuju kehidupan itu.

Toh, saya sendiri awalnya tidak tahu apa pers, wartawan atau jurnalis. Tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Muhammadiyah 1 Pekanbaru, jurusan Mesin Produksi (MP), yang tahunya hanya mesin las, mesin bubut, mesin grinda, mesin gergaji potong, pokoknya segala berbau besi. Itulah makanan setiap hari.

Bahkan, sampai bekerja di sebuah bengkel tua ketok magic ternama di Pekanbaru. Bengkel “Pak Lilik”, nama bengkelnya masih segar dalam ingatan. Berhubungan dengan “Besi” telah saya jalani, hasilnya ketika itu lumayan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Memang sedikit harus berhadapan dengan marabahaya, ketika kita berhadapan dengan besi, api dan mesin.

Pasalnya, seketika tidak tepat pada sasaran kerja. Ujung-ujungnya fatal dan marabahaya menanti. Tapi, itulah sebuah pekerjan. Semua pekerjaan ada resiko. Pekerjaan itu tidak lama saya geluti. Sebab, setiap penghasilan yang didapat, hanya bisa membayar makan dan minum setiap hari. Belum lagi, urusan kewajiban menyisihkan pengasilan atau gaji yang didapat dengan dengan ibunda saya, yang telah meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya.

Berbeda kalau kita sendiri yang menjadi pemilik bengkelnya. Sudah pasti kita jadi bosnya atau kita menjadi bos sekaligus pekerja, yang hasilnya bisa dihitung sendiri dan mampu menggaji pekerja.

Pekerja keras itulah saya, tak kenal lelah dan berambisi untuk menikmati hidup dengan ringan. Pekerjaan dunia perbengkelan sebenarnya asik. Namun, terkadang hasrat ini ingin lebih dan bisa sukses dengan pekerjaan lain. Sehingga waktu demi waktu berjalan dan tanpa sengaja bertemu dengan seorang wartawan.

Kebanyakan orang menyebutnya wartawan senior di liputan kriminal. Awalnya saya tidak mengira, wartawan itu hampir seumuran usianya dibawah usia orang tua saya. Herianto, SE, IM namanya, beliau sangat dekat dengan kedua orang tua saya. Sampai-sampai saya memanggilnya Om Heri.

Dunia pers atau jurnalistik tak ada yang tak mengenalnya. Om Heri merupakan wartawan profesional dan pernah menjadi pemimpin redaksi disalah satu media terbesar di Provinsi Riau dan Pekanbaru. Kini Om Heri, sudah menjadi orang tua kedua setelah ayah saya, yang kini sedang menikmati masa tuanya.

Alkisah, pertemuan saya dengannya, membuat saya termotivasi ikut dengan pekerjaan yang digelutinya. “Jadilah wartawanlah, biar seperti saya punya banyak kenalan, teman dan bisa sukses. Kerjanya enak, tidak berat, tapi bisa untuk menjadi jembatan menuju sukses,”sergahnya sambil menguji mental saya.

Pada mulanya, Om Heri saya memanggilnya, tidak yakin dengan kemampuan saya untuk menggeluti dunia kewartawanan. Bahkan, saya tidak tahu apa itu wartawan, apa itu pers dan apa itu jurnalistik. Yang saya tahu, dia sukses dan banyak teman.

Sehingga ketika suatu hari, terbayang jika bisa hebat seperti Herianto. Hebat seperti teman-temannya, yang hari ini menjadi orang-orang hebat dan penting. Salah satunya adalah Bapak Drs. Wahyudi El Panggabean,SH, Bapak Idris SKM, Bapak Miswar Pasai, ketiganya ini saya sebut sebagai tuan guru. Sebab, merekalah yang menularkan keilmuan dibidang jurnalistik ketika itu.

Singkat cerita, Om Heri menyarankan agar ikut belajar di dunia jurnalistik. Ia menyarankan, untuk belajar di Lembaga Pendidikan Pers Riau (LP2R). Sebuah lembaga pendidikan dibawah payung Yayasan Tuah Melayu. Pendirinya, Bapak Idris SKM, kemudian dibantu dengan sejumlah tenaga pengajar dengan segala kemampuan dibidang jurnalistik dan fotografer.

Tahun 2000, di LP2R belajar dan belajar. Akhirnya, lulus pada angkatan pertama dan meraih nilai sangat baik di bidang jurnalistik. Masih teringat, apa itu TOR, Liputan Khusus (Lipsus), Reportase, Investigasi, Teknik Wawancara, Seni Fotografer. Semua mahasiswa LP2R dibekali dengan materi-materi tersebut.

Dimulai dari sanalah, segala keilmuan jurnalistik itu mengalir seperti air. Sampai-sampai, komunikasi dengan para dosen-dosen handal bidang pers ketika itu masih terus berjalan dengan baik. Mereka adalah orang-orang pilihan, yang menularkan keilmuannya, sampai detik ini.

Cukup bangga rasanya, bisa mendapatkan materi-materi atau pelajaran dari mereka. Sekarang mereka, punya jalannya masing-masing, ada yang tetap menjadi pengajar jurnalistik, sekaligus pemilik Pekanbaru Jurnalis Center (PJC). Kemudian, ada yang menjadi pengusaha di Surakarta. Lalu, ada pula yang hari ini menjadi pimpinan BUMD disalah satu daerah. Bahkan ada pula yang menjadi pemilik media cetak, sampai hari ini.

Tentu tidak ada yang salah, jika jurnalistik itu pekerjaan asik. Namun, ketika jurnalistik mengabaikan tugas dan tanggungjawabnya, urusannya menjadi lain. Sebab, jurnalistik atau pers adalah pekerjaan profesi, yang sampai hari ini dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Merasa bahwa pers itu hebat dan cinta damai. Maka amanlah negara dengan penganut sistem demokrasi. Ya, begitulah pekerjaan profesi ini bisa melekat dari usia 25 tahun hingga sekarang yang sudah memasuki usia 40 tahun.

Seketika lulus dari LP2R. Tak lantas membuat saya langsung terjun ke dunia jurnalistik. Ketika itu, Om Heri, kembali membuka jalan untuk belajar memperdalam keilmuan dibidang pers melalui perusahaan pers. Ia memperbolehkan, magang selama 6 bulan di media yang dipimpinnya, ketika itu medianya bernama Koran Harian Pekanbaru Pos.

Koran Pekanbaru Pos dengan tampilan merah, yang memuat segmen berita berdarah-darah. Mulai dari Pembunuhan, Perampokan, Kecelakaan, Perkelahian, Pemerkosaan hingga perbuatan asusila dan kehidupan dunia malam di Pekanbaru. Pokoknya zaman jahiliah, itu ada dimasa itu.

Magang selama lebih kurang enam bulan, membuat semua apa yang terlihat, terdengar dan terjadi menjadi makanan berita. Sebelum menjadi berita, tulisan di sortir dan dipilah-pilah. Mana tulisan yang bagus, maka besok paginya sudah bisa membacanya, mana tulisan yang tidak bagus siap-siap masuk tong sampah.

Disana diajarkan, mengenal apa itu Pimpinan Perusahaan (Pimprus), Pimpinan Redaksi (Pemred), Koordinator Liputan (Korlip), Redaktur Pelaksana (Redpel), Redaktur Berita (Redber), Sekretaris Redaksi, wartawan, reporter, redaktur fotografer dan fotografer.

Kemudian lagi, manajer iklan, manager pemasaran koran dan sebagainya yang berkaitan dengan distribusi koran. Ini semuanya adalah ilmu yang perlu diketahui oleh pekerja profesi (wartawan). Karena, semuanya saling berkaitan dengan hasil cetak, hasil berita yang akan dibaca oleh khalayak ramai.

Pekanbaru Pos, cetakan merah. Ketika itu adalah media kriminal terbesar di Riau. Tak ada lawan tanding, kecuali hanya satu media cetak, itupun tak lama berdiri yaitu Harian Pagi Riau Ekpress, segmen merah berdarah-darah, berbeda kepemilikan. Pekanbaru Pos dimiliki sahamnya oleh Riau Pos Media Group (RPG). Sedangkan Riau Ekpress kepemilikan sahamnya dimiliki Riau Mandiri Group (RMG).

Tentu saja, berbeda kepemilikan saham berbeda pemiliknya. Pekanbaru Pos, koran merah dimiliki H. Rida Kaliamsi. Sedangkan Riau Ekpress, koran merah dimiliki H. Basrizal Koto (Basko). Di dua media ini, saya dan teman-teman di LP2R, semuanya pernah berkiprah sebagai reporter, usai magang diterima di kedua media kriminal terbesar di Riau tersebut. Namun yang paling lama itu bekerja di Pekanbaru Pos.

Selama berkiprah di dunia media ini, semua dijalani dengan ringan. Asik, banyak teman. Benar kata Om Heri, “Jadi wartawan banyak teman, banyak kenalan”. Tapi, untuk kata sukses itu semua tergantung diri masing-masing. Alhamdulillah, bicara sukses saya termasuk salah satu anak didiknya yang sukses, bisa bekeluarga, punya anak dan punya tempat tinggal.

Tapi, ketika menjadi wartawan yang terpikir dibenak saya adalah bagaimana bisa menjadi seorang Om Karnil Ilyas, yang bisa terkenal dengan segala pertanyaan-pertanyaan tajam dan terarah. Sebagai Pimpinan Redaksi (Pemred) televisi terkenal dan digandrungi anak-anak muda, serta politisi dan praktisi hukum hari ini.

Semoga, karena saya yakin. Kehidupan ini ada pada retak garis tangan. Paling terpenting, mencintai pekerjaan adalah jalan menuju sukses. Bak kata pengusaha sukses, “Peliharalah tempatmu bekerja. Jaga nama baiknya. Meski tidak bisa membuatmu kaya, tapi bisa menyambung hidup dan rejekimu”. Slogan ini yang sampai hari ini masih menjadi pedoman, sebelum menjalankan aktifitas pekerjaan profesi ini.

Zaman media cetak, ketika itu, memang zaman penuh tantangan dan penuh berita. Maka, sekali lagi profesi wartawan ini, akan terus saya jaga marwahnya. Sebab, pekerjaan profesi ini bukan pilihan. Melainkan panggilan hati, untuk cerita anak-anak dan cucu nanti.

Dengan kata lain, cintailah profesi. Maka anda juga yang akan memetik hasilnya. Bekerja keraslah, apalagi jika anda tergolong yang suka bekerja tim, buatlah tulisan yang digemari pembaca dan pendengar setia media cetak, elektronik, online dan sebagainya. 
 

Cerita ini pun terinspirasi dengan penuh renungan. Karena, di usia mendekati 40 Tahun. Saya selalu rindu dengan masa-masa itu. Setiap kali membaca kisah perjalanan wartawan, selalu ingat dengan apa yang pernah dialami selama menjalankan profesi wartawan.

Anekdot-anekdot lucu, yang belum diketahui kebenaran ceritanya, selalu menggelitik jiwa dan memotivasi agar anekdot tentang sosok wartawan itu benar adanya. Anekdot yang sangat digemari dan sering terbaca oleh wartawan adalah cerita wartawan masuk surga.

Begini alur ceritanya. Suatu hari terjadi kecelakaan pesawat terbang. Peristiwa kecelakaan itu menewaskan seluruh penumpangnya, di dalam pesawat ada bermacam-macam para penumpang, ada pejabat, DPR, Bupati, Kepala Dinas, Kepala Desa dan terakhir ada wartawan.

Para penumpang pesawat terbang itu saat meninggalkan bumi, satu persatu korban ditanyai oleh malaikat :

Malaikat     : Kamu siapa?
Korban 1     : Saya anggota DPR Malaikat.
Malaikat     : Kamu masuk neraka..!!
Korban 1     : Loh kenapa?
Malaikat     : Karena kerjamu bohong saja, janji-janji melulu. Omongan mu  banyak palsu. Kamu masuk neraka!

Kemudian, Malaikat kembali bertanya kepada yang lainnya. Kebutulan pesawat itu turut ditumpangi Gubernur.

Malaikat     : Kamu siapa?
Korban 2     : Saya Gubernur.
Malaikat     : Kamu masuk neraka!!
Korban 2     : Loh kenapa?
Malaikat     : Karena kamu sering membuat rakyat menunggu oleh hal yang    tidak penting. Habiskan APBD, kamu sama masuk neraka!

Selanjutnya Malaikat bertanya kepada penumpang tewas lainnya.

Malaikat     : Kamu kepala dinas.?
Korban 3     : Iya Malaikat, saya masuk surga ya?
Malaikat     : Mana mungkin, kamu juga sering mempersulit rakyat dan  wartawan, kamu masuk neraka juga!                

Kemudian, Malaikat menuju ke penumpang pewast yang tewas lainnya dan kembali bertanya.

Malaikat     : Kamu siapa?
Korban 4    : Saya kepala desa malaikat, pekerjaan saya susah, saya masuk surga ya?
Malaikat    : Kata siapa? Justru kamu masuk neraka, karena penyaluran raskin tidak benar, Dana Desa (DD), Anggaran Dana Desa (ADD) tidak jelas wujudnya. Tetap kamu juga masuk neraka titik!

Setelah itu, Malaikat menutup pintu neraka, sebelum ditutup ternyata masih ada satu orang yang belum ditanya, lalu dipanggil lah dia oleh malaikat :

Malaikat     : Woooooiii kamu yang dipojok kemari, kamu siapa?
Korban 5    : Saya wartawan yang suka bantu Malaikat mata-matain pejabat dan kontraktor, yang ngak bener kerjanya untuk dilaporkan dan ditulis beritanya! Sebelum saya disuruh masuk neraka, apa salah saya Malaikat..?

Malaikat     : Oh...jadi kamu wartawan?Jangan sok tahu kamu. Kamu masuk surga!
Wartawan   : Loh, kok bisa malaikat?

Malaikat   :  Karena selama ini, hidup wartawan di dunia sudah kayak di neraka, selalu dimusuhi pejabat dan banyak yang diancam-ancam!

Barangkali sekelumit anekdot ini. Masih belum bisa dipercaya. Tapi, sedikit membuat hati lega. Karena, mendapatkan tempat teristimewa yaitu di Surga. Wallahu A'lam Bishawab!

Namun, jangan percaya. Kalau percaya maka bertambah rukun iman. Tetap saja, untuk menuju tiket surga itu adalah amal dan ibadah serta perbuatan. Semakin banyak berbuat kebaikan, selama menjalankan profesi wartawan. Maka, Insya Allah tiket akan diberikan Malaikat untuk menuju surga. Tapi, jangan lupa beribadah dan perbanyak amal.

Salam Sukses!