Tsunami ke-IV dan Derasnya Badai Covid-19

Selasa, 21 Mei 2024

PENULIS : SUKARDI, SH.

“BADAI” ditengah Pendemi Covid-19 di Tahun 2020 bukan hal yang biasa. Bagi pers atau wartawan dan perusahaan pers. Badai ini merupakan badai yang tak dianggap enteng. Tapi, ada lagi badai yang benar-benar menjadi sebuah gelombang besar atau Tsunami.

Kenapa demikian atau barangkali penulis dilahirkan dari media cetak, yang hari ini diterpa Gelombang Tsunami ke-IV. Apa itu Gelombang Tsunami? Gelombang Tsunami bagai pers adalah gelombang dimana sebuah ancaman besar bagi media cetak.

Ketika belum ada media online atau media sosial (Medsos). Media cetak harus berurusan dengan Gelombang Tsunami ke-I yaitu Radio, membuat media cetak sedikit kewalahan, kala itu orde lama, tapi tidak berpengaruh pada penerbitan surat kabar (media cetak).

Di Gelombang Tsunami ke-II. Surat kabar kembali mendapat cobaan dengan lahirnya siaran Televisi mulai dari swasta dan pemerintah. Tapi, Tsunami itu tidak berlangsung lama di era orde baru.

Sebab, trend surat kabar makin diminati para pembaca, yang siap membalik-balikkan halaman surat kabar hanya untuk mengejar informasi terbaru dan hangat, sambil duduk dikursi dan menikmati segelas kopi panas dipagi hari.

Semua surat kabar kala itu berada di domain yang luar biasa sambutannya dimasyarakat pembaca. Bahkan level media nasional, menjadi surat kabar yang dinanti-nantikan kabar beritanya. Terasa hambar, jika pagi hari belum ditemani koran dan membacanya.

Bahkan salah satu harian terbesar, koran merah terbitan Pekanbaru dengan slogan Biarpun Hujan Peluru, Kami Tetap Jual Koran, juga terkena dampak besar dari Tsunami ini, tapi tetap bertahan.

Lepas dari Gelombang Tsunami ke-II. Media cetak kembali berhadapan dengan gelombang Tsunami ke-III yaitu adanya media online. Bagi perusahaan media cetak atau elektronik, keberaaan media online ini merupakan sebuah gelombang besar.

Kenapa demikian. Sebab, adanya media online ini bukan hanya lebih dari sepuluh, melainkan hampir ribuan, media online dari berbagai segmen menyajikan informasi terkini dan terupdate, hingga detik per detik.

Tanpa harus banyak memikirkan biaya operasional, mulai dari biaya cetak, pendistribusian, gaji pewarta hingga redaksional. Semuanya serba hemat pembiayaan. Sehingga populernya media online ini mengalahkan eksistensi oplah surat kabar.

Namun, apa yang dibayangkan di era digitalisasi ini benar-benar menembus batas. Berselancar tanpa batas, tanpa sensor, bahkan trend dengan framing pemberitaan yang keluar dari kaedah jurnalistik. Semua itu ada di Tsunami ke-III. Akan tetapi, sebuah media cetak hari ini mampu bertahan dengan kondisi, yang ada, dengan manajemen yang baik.

Tetapi di Tsunami ke-IV. Gelombang makin besar digitalisasi makin berada urutan atas. Belum lagi, awal Tahun 2020 mengantarkan kondisi dunia termasuk Indonesia dilanda wabah Covid-19. Era ini seakan benar-benar memukul telak perusahaan-perusahaan pers, yang bergerak di surat kabar, begitupun media online.

Sebab, media cetak dan online berhadapan dengan Tsunami ke-IV, dimana Media sosial (Medsos) menjadi pilihan terakhir bagi pembaca dan pangsa pasar periklanan.

Baru-baru ini sebuah Webiner yang penulis mengikutinya selama dua hari,  Rabu-Kamis, 16-17 Desember 2020 lalu dengan tema, Pers dan Covid-19 dengan narasumber Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari, Sekjen SPS Pusat Asmono Wikan, Ketua Dewan Kehormatan Daerah (DKD) PWI Provinsi Riau H. Dheni Kurnia menjelaskan sejumlah referensi melalui materi-materi pers ditengah Covid-19.

Kegiatan yang ditaja atas kerjasama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minya dan Gas (SKK Migas), Serikat Perusahaan Pers (SPS) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Riau itu, sangat luar biasa. Digagas Ketua PWI Provinsi Riau H. Zulmansyah Sekedang, kegiatan virtual yang diselenggarakan berlangsung sukses.

Maka, bisa ditarik kesimpulan, jika pers hari ini juga harus mewaspadai badai Covid-19 ditengah Gelombang Tsunami ke-IV. Sebab,  pers sangat rentan tertular Covid-19 dan menjadi garda terdepan.

Ulasan menarik disampaikan Ketua DKD PWI Riau H Dheni Kurnia, ditengah badai Covid-19 ini. Sumber-sumber berita itu menempati puncak sebesar 66,3 persen dari Media Sosial (Medsos). Urutan kedua dari Televisi, sebesar 51,5 persen. Kemudian media online 46,7 persen, Website 43 persen, sedangkan media cetak hanya 13,7 persen.

Sementara sumber berita Covid-19 lainnya 5,1 persen dari Radio dan 1,9 persen tidak merespon. Dari referensi diatas, maka dapat disimpulkan, jika hari ini pers atau wartawan juga dalam melaksanakan tugas jurnalistik, harus dibekali dengan protokol kesehatan Covid-19.

Ibarat perang. Sebelum berperang, maka Pers harus siap dengan segala persenjataannya, sehingga bisa selamat dari wabah Covid-19, kutipan itu mengawali Webiner melalui narasumber Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari. Sebab, Tsunami ke-IV ini begitu besar menerjang dihadapan.

Tak kalah menarik lagi, ditengah Covid-19 ini pula, SPS mengungkapkan jika hari ini media lebih cendrung kepada digital, berebut atensi dengan beragam media digital dalam 60 detik.

Namun, keberadaan pers hari ini tetap mengikuti perkembangan eranya. Tak hanya bertumpu pada satu cara, akan tetapi bisa melalui sebuah metode baru digitalisasi dan segmen yang mampu meraih inkam di komunitasnya.

Di era inilah, pers dan perusahaan pers harus bangkit dan berjuang untuk sebuah harapan. Tanpa harus melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) disana-sini. Khusus Riau, badai Covid-19 ini sangat memprihatinkan, tercatat 3 (tiga) insan pers menjadi korban Covid-19 dan meninggal dunia.

Tak hanya Riau, secara global dan dunia, termasuk Indonesia. Wabah Covid-19, yang menjadi virus dengan penularan melalui udara dan ditemukan pertama dari Kota Wuhan, Tiongkok pada akhir Desember 2019 silam, turut menyerang hampir 500 jurnalis dari 56 Negar sejak Maret 2020.

Laporan resmi diperoleh dari data Badan Hak Media Internasional, yang berbasis di Jenewa, Press Emblem Campaign (PEC).  Meskipun demikian, dalam laporan disebutkan jumlah kemungkinan akan jauh lebih tinggi.

Tsunami ke-IV bagi media cetak tentunya juga menjadi Tsunami bagi media online (Siber) ataupun Televisi dan Radio (Elektronik). Untuk bertahan, pers tetap mengkedepankan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 melalui sosialisasi prilaku wartawan dan tata cara peliputan di masa pendemi.

Melalui refleksi ini, semoga Tsunami dan Covid-19 bisa menjadi penyemangat dan iktibar bagi insan pers atau wartawan di tanah air, termasuk Provinsi Riau dan khusus Kabupaten Bengkalis.

Sebagai salah satu insan pers, penulis hanya bisa memanjatkan doa agar kita semua diberikan kesehatan lahir dan batin dalam menghadapi wabah Covid-19 ini.

Tak lupa saran dan masukan, agar seluruh pers yang bertugas tetap mengkedepankan prilaku hidup sehat. Ingat 3 M (Memakai Masker, Mencuci Tangan dengan Sabun dan Menjaga Jarak).

Salam Pers Itu Cinta Damai!!!