Kanal

PW Hima Persis Riau: Negara Harus Hadir Untuk Selamatkan Hutan, Jaga Marwah dan Hak Masyarakat Adat

BEDELAU.COM --impinan Wilayah Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (PW HIMA PERSIS) Riau, sampaikan kritik keras terhadap pola penanganan relokasi masyarakat di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) yang dinilai tidak adil dan berpotensi melukai martabat masyarakat adat.

Dalam penrnyataan resminya, Wakil Ketua PW Hima Persis Riau, Salamuddin Toha, yang juga putra daerah Kabupaten Pelalawan menegaskan bahwa ia tidak menolak relokasi, namun menolak keras logika kebijakan negara yang justru memberi karpet merah kepada perambah kawasan hutan, sementara masyarakat adat dipinggirkan dari tanah leluhurnya sendiri.

“Ini preseden berbahaya. Negara seperti sedang mengirim pesan keliru, siapa yang merusak hutan diberi solusi dan kebun pengganti, sementara masyarakat adat yang menjaga dan hidup turun-temurun justru diperlakukan seolah tidak ada,” tegas Aktivis Muda Pelalawan yang akrab disapa Toha.

Menurutnya, relokasi tanpa keberpihakan yang jelas kepada masyarakat adat bukan hanya kesalahan administratif, tetapi kegagalan negara dalam menegakkan keadilan agraria dan pengakuan hak ulayat.

“Kalau perambah TNTN direlokasi dan difasilitasi kebun sawit, lalu apa dasar hukum negara menolak pengakuan tanah adat Anak Kemenakan Batin Mudo Gondai Undang-undang mana yang melegalkan hadiah kepada perusak hutan, tetapi menafikan hak masyarakat adat?” tanya.

Lebih lanjut, sebagai putra daerah Pelalawan, Toha menyebut kebijakan relokasi yang dilakukan tanpa penyelesaian konflik tanah adat hanya akan menjadi bom waktu konflik horizontal di akar rumput.

“Jangan pindahkan masalah dari TNTN ke wilayah adat. Relokasi di lahan yang masih disengketakan sama saja dengan menanam konflik baru. Negara seharusnya menyelesaikan hak masyarakat adat terlebih dahulu, baru bicara relokasi,” ujarnya.

Kemudian ia juga menilai pendekatan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang tidak mengakui alas hak masyarakat adat, namun longgar terhadap pihak lain, mencerminkan ketimpangan keberpihakan negara.

“Masyarakat adat di Riau adalah pihak pertama yang mendukung Satgas PKH. Ironis jika hari ini mereka justru menjadi korban dari kebijakan yang mereka dukung sejak awal,” lanjutnya.

Ia juga menegaskan bahwa masyarakat adat bukan penghambat konservasi, melainkan mitra strategis penjaga hutan yang selama ini terbukti menjaga keseimbangan ekologis jauh sebelum negara hadir dengan regulasi.

“Jangan jadikan dalih penyelamatan lingkungan untuk menyingkirkan masyarakat adat. Konservasi tanpa keadilan adalah bentuk kolonialisme baru,” tegasnya.

Terakhir, ia menegaskan komitmennya bahwa akan terus mengawal kebijakan penanganan TNTN agar tetap berpijak pada keadilan sosial, kelestarian lingkungan, dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat.

“Negara harus hadir secara utuh: menyelamatkan hutan, sekaligus menjaga marwah dan hak masyarakat adat,” tutupnya.
 

Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER