Kanal

Kepalan Tangan Sang Kapolsek Nyaris Mendarat di Wajah Bang Kornel

JARUM JAM ditangan menunjukkan pukul 09.30 WIB pagi. Proyeksi ruang redaksi telah dilalui. Masing-masing wartawan dan reporter telah mendapatkan tanggungjawab serta tugasnya. Tugas itu ibarat pekerjaan wajib. Ada yang menuliskannya dibuku catatan proyeksi dari kantor, ada pula yang menuliskan dikertas selembar HVS.

Pokoknya jangan sampai, tugas itu tidak berhasil dikerjakan. Sebab, tugas itu adalah bagian paling terpenting, jelang naik cetaknya sebuah surat kabar harian ternama. Sore hari, pukul 15.00 WIB sudah wajib diketik dipapan keyboard komputer ruang redaksi.

Kala itu, ruang redaksi sudah menantikan berita apa yang pantas untuk disajikan menjadi berita utama. Seperti biasa, penugasan diberikan Pimpinan Redaksi (Pemred) atau yang mewakili, sesuai selera Pimred, masing-masing wartawan atau reporter mendapatkan posko atau wilayah kerja.

Kebetulan, hari itu saya mendapat penugasan di empat wilayah Polisi Sektor (Polsek) di Pekanbaru yaitu Polsek Rumbai, Polsek Senapelan, Polsek Kota Pekanbaru dan Polsek Lima Puluh.

Bermodal kendaraan roda dua dan kamera digital dipinggang, posko-posko itu ibarat sudah menjadi rumah singgah kedua, bagi saya dan rekan-rekan pers dari berbagai media cetak di Riau saat itu. Rumah singgah pertama adalah ruang redaksi.

Diterima bekerja sebagai wartawan di media cetak ternama “Pekanbaru Pos”. Tentu suatu kebanggaan tersendiri bagi saya. Walau sebelumnya, pernah bergabung  di Koran merah Riau Ekspress, yang hanya bertahan selama kurang lebih 1 tahun 5 bulan. Namun, masa-masa itu tentunya menjadi sebuah pengalaman berharga.

Selain pengalaman di Riau Ekpress di dapat, juga mulai mendapat banyak teman dan narasumber. Pokoknya, tugas mulia sebagai reporter saya jalani dengan penuh keikhlasan hati dan rasa cinta akan pekerjaan itu.

Kota Pekanbaru menjadikan saya “tahan banting”. Siang jadi malam, malam adalah siang. Itulah kondisinya saat itu. Kalau dipikirkan, pasti tak semua orang bisa melaksanakan pekerjaan tersebut.

Disana ditempa pemikiran serta kepiawaian dalam menulis berita-berita peristiwa atau dikenal dengan Straight News. Segala peristiwa besar di Pekanbaru menjadi santapan, setiap hari sampai malam hari. Posko kepolisian harus di jaga, jangan sampai bobol. Kalimat itu, setiap hari melintas ditelinga.

Sehingga seakan kalimat itu menjadi doktrin, selama melaksanakan tugas jurnalistik di koran merah berdarah-darah. Anjuran 5 W (What=Apa), (Who=Siapa), (When=Kapan), (Where=Dimana), (Why=Mengapa), 1 H (How = Bagaimana), tak lupa dalam ingatan.

Seketika anjuran itu wajib dilaksanakan, melalui proyeksi peliputan berita. Hari itu saya dapat tugas, peliputan soal penangkapan Rokok Illegal di Pelabuhan Pasar Bawah wilayah Polsek Senapelan. Tak salah lagi, informasi penangkapan Rokok Illegal itu benar adanya.

Rokok-rokok bermerk tanpa pita cukai itu sudah berada di Gudang Barang Bukti Polsek Senapelan. Awalnya, informasi itu disarankan oleh anggota Buru Sergap (Buser), yang sekarang populer dengan sebutan Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) untuk dikonfirmasi ke Kepala Unit Reskrim dan Kapolsek Senapelan.

Informasi itu hanya saya sendiri yang mengetahui. Lantas, saya sampaikan informasi berharga ini kepada redaktur, ketika itu dijabat oleh Kornel Panggabean. Bang Kornel ini, selain menjadi redaktur saya, sebelum jadi reporter (masih status magang), beliau menjadi pengasuh saya, sekaligus mentor.

Selama magang beliau memberikan ilmunya, untuk menjadikan reporter magang, menguasai jurnalistik atau kewartawanan. Oleh Bang Kornel, saya diminta untuk menulis dan melaporkan berita soal penangkapan ribuan bungkus Rokok Dji Samsoe Ilegal, tanpa pita cukai.

Menariknya, rokok-rokok itu diamankan dari sebuah kapal ukuran besar, yang bersandar di salah satu pelabuhan Pasar Bawah. Spontan saja, naluri seorang jurnalis hari itu muncul, keberanian untuk mengumpulkan informasi pun dilakukan.

Sebab, bekerja diperusahaan dengan menerima honor setiap bulan, merupakan sebuah kewajiban, untuk dimintai tanggungjawabnya. Maka, pagi itu langsung saya turun ke Mapolsek Senapelan. Ternyata disana, sudah duduk menununggu seorang perwira berpangkat Inspektur Satu (Iptu).

Jabatan yang diemban perwira itu adalah Kanit Reskrim. Memang saya sudah mengenalnya, tapi tidak terlalu dekat. Pernah duduk sehelo dan memperkenalkan diri, sebagai reporter yang diberi tangggungjawab tugas di Polsek Senapelan.

Di atas pintu masuk ruang kerjanya bertuliskan, Ruang Kanit Reskrim Iptu Akmaluddin. Rambut cepak, Iptu Akmaluddin ini membuat saya tidak lupa atas kebaikan beliau, yang setiap hari setelah pasca cerita ini, menjadi narasumber saya di pemberitaan.

“Ada baiknya anda, minta izin wawancara dengan Bapak Kapolsek. Coba hubungi beliau. Saya tidak bisa memberikan informasi ini, coba ke atasan saya,”ujar Iptu Akmaluddin.

Atas saran tersebut, saya pun lantas menuruti dan menjalankannya. Saya mencoba menghubungi Kapolsek kala itu dijabat AKP Satria Rizkiano, SIK, tapi tidak berkenan mengangkat ponselnya.

Beberapa kali upaya ini saya lakukan, tetap saja tidak ada balasan, bahkan sudah melalui upaya mengirim pesan singkat via SMS (Short Message Sistem). Informasi demi informasi saya coba kumpulkan dari lapangan.

Ternyata, informasi itu benar. Jika tangkapan ratusan dus (ball) rokok di dalam gudang Mapolsek Senapelan itu, baru saja diamankan. Tapi, saya tidak bisa mendapatkan narasumber.

Saya putuskan pulang ke kantor redaksi. Namun, sampai di redaksi saya justru ditagih atas informasi soal rokok tangkapan itu.

“Mana beritanya Kardi, sudah dibuat. Kirim ke file saya,”ungkap Kornel Panggabean.

Pertanyaan itu membuat saya sedikit panik. Lalu, saya beranikan menjawab : Jika, penangkapan Rokok itu belum dapat konfirmasi atau wawancaranya dengan Kapolsek, Bang Kornel. Lantas, jawaban saya itu disanggah.

“Proyeksi adalah tanggungjawab, jadi bagaimana pun caranya, wajib dilaporkan, bagaimana caranya harus dapat, ini perintah Pimred,”ujarnya Kornel lagi.

Jawaban sanggahan itu, membuat saya tegar dan semangat. Sore itu sebelum duduk di kursi redaksi dan berhadapan dengan layar monitor komputer. Saya mencoba berkomunikasi melalui telephone kantor. Hampir tiga kali, saya hubungi nomor Kapolsek Senapelan.

Pada saat upaya panggilan telephone terakhir, seorang pria dibalik telephone menjawab. Ada apa, ada yang bisa saya bantu?,”katanya. Lalu saya menjawab dan memperkenalkan diri serta minta izinya, untuk wawanacara dan konfirmasi atas kebenaran informasi penangkapan Rokok Illegal di wilayah Polsek Senapelan.

Ya silahkan apa yang mau ditanyakan? Soal rokok itu belum bisa saya publikasi. Tapi memang benar sudah kita amankan,”jawabnya. Lalu, sejumlah pertanyaan saya lontarkan, termasuk jumlah, siapa pemiliknya, tersangka, serta pasal yang dikenai dalam pengungkapan tersebut.

Namun, Kapolsek ketika itu tidak mau memberikan jawaban. Sehingga, saya putuskan dengan informasi seadanya, hasil konfirmasi menjadi sajian berita. Setelah mendapatkan konfirmasi, saya langsung diperintahkan untuk menuliskan berita tersebut dan ternyata berita itu menjadi berita halaman utama.

Pagi Kembali Mendapat Proyeksi Wawancara Khusus Kapolsek

Seperti biasa, setiap pagi hari. Sebelum melaksanakan tugas jurnalistik. Seluruh wartawan dan reporter diberikan proyeksi. Lagi-lagi, proyeksi soal kelanjutan penangkapan Rokok Ilegal itu menjadi pembahasan di rapat proyeksi meja bundar ruang redaksi.

Segmen berita halaman utama, ternyata soal penangkapan Rokok Ilegal. Lengkap dengan foto-fotonya. Wajah koran, hari itu begitu enak dilihat dan dibaca. Satu persatu wartawan dan reporter diberikan koran terbitan pagi itu.

Kemudian, Pimpinan Redaksi (Pemred) memimpin rapat proyeksi. Pemred kala itu Herianto, SE, IM. Turut hadir, Koordinator Liputan (Korlip). Ketika itu dijabat Bang Syahrul, yang kini sudah menjadi seorang pungusaha muda Pekanbaru. Punya usaha sendiri, dia adalah bosnya.

“Saya minta berita penangkapan rokok agar di follow up kembali, wawancara khusus Kapolseknya. Mohon proyeksinya dipertangungjawabkan,”kata Bang Syahrul.

Ya, itulah perintahnya. Dalam meja redaksi wartawan dan reporter serta pimpinan adalah pekerja tim. Untuk media yang menarik pembaca, teamwork sangat diperlukan.

Usai menerima tugas melalui rapat proyeksi. Saat itu juga semua kembali ke lapangan, berpencar menuju wilayah tanggungjawab kerja.

”Jangan sampai ada berita bobol, kalau ada berita bobol. Bersiap saja di rapat proyeksi,”ujar Herianto menutup rapat proyeksinya. Lagi-lagi ungkapan itu menjadi, sebuah peringatan yang harus dipatuhi di bisnis media cetak.

Proyeksi yang diberikan pun tak luput menjadi tugas utama pagi itu. Kebetulan, redaktur Bang Kornel Panggabean juga turut serta mendapat tugas proyeksi itu. Maka, saya bersama Bang Kornel langsung menuju ke Polsek Senapelan.

Sesampainya di Polsek Senapelan. Udara pagi nan cerah, cukup bersahabat. Bang Kornel dengan gaya khas, tas kulit dipinggang masuk ke Mapolsek Senapalen dan menyapa semua anggota Polsek, yang terlihat pagi itu. Begitupun saya tak ketinggalan, turut menyalami petugas Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK), sambil menyalami satu persatu dari mereka.

Setelah itu, menyampaikan maksud dan tujuan untuk bertemu Kapolsek Senapelan dalam agenda wawancara khusus. Akhirnya disarankan untuk menunggu kedatangan Kapolsek. Tak lama menunggu, sekitar beberapa menit kemudian, Kanit Reskrim Iptu Akmaluddin, masuk ke ruang kerjanya.

Disaat itu,  petugas SPK menginformasikan maksud tujuan kedatangan kami berdua dihadapan Kanit Reskrim. Spontan, Kanit Reskrim Iptu Akmaluddin mempersilahkan dengan senang hati untuk duduk dan masuk ke ruangannya. Tapi, belum sempat duduk, tiba-tiba Kanit Reskrim langsung menyapa.

“Apa berita yang kalian buat. Saya sudah bilang, berita soal rokok ini tidak bisa dipublikasikan,”sergah Iptu Akmaluddin.

“Sekarang, kalian berdua harus menjawabnya di hadapan Kapolsek. Saya dengar beritanya terbit. Jadi, harus diklarifikasi ulang,”ujar Akmaluddin lagi.

“Ya komandan. Maka dari itu kami berdua kesini ditugaskan untuk melakukan wawancara khusus dengan Kapolsek. Sebab, ini menjadi tugas kami dan proyeksi dari meja redaksi,”jawab Konel Panggabean.

“Baik, kalian berdua harus menghadap Kapolsek diruangannya. Saya antarkan kalian,”kata Iptu Akmaluddin lagi.

Ternyata, setelah kami berdua berada diruang Kanit Reksrim Polsek Senapelan. Kapolsek Senapelan AKP Satria Rizkiano, SIK sudah tiba dan berada dimeja kerjanya.

Lantas, kami dipersilahkan masuk keruangan. Tapi, sepertinya suasana sudah menunjukkan situasi, yang tidak kondusif. Kami dipersilahkan duduk. Lalu, Kapolsek melayani sambil duduk dikursi empuk, dihadapan meja kerjanya tersusun pena.

Ruangannya rapi dan kami berdua duduk di kursi tamu tepat dihadapan meja kerjanya. Hening, tanpa sepatah kata pun terdengar. Lalu, Bang Kornel Panggabean memperkenalkan diri, begitupun saya sambil menyampaikan maksud dan tujuan.

“Maksud kedatangan kami kemari, pertama adalah menjalankan tugas profesi. Kedua adalah meminta informasi lebih detail dan wawancara khusus, soal penangkapan Rokok Ilegal, yang hari ini menjadi berita utama di media cetak kami,”kata Bang Kornel dengan nada lembut.

Lalu, Bang Kornel berdiri mengatarkan media cetak Koran Harian Pagi Pekanbaru Pos (Cetak Merah), ke meja perwira jebolan Akademi Kepolisian (Akpol), yang saat ini menjabat Kapolres Grobogan, Jawa Tengah itu. Tepat koran dihadapannya, Kapolsek pun lantas membaca judul berita utama.

Belum sempat habis dibaca. Tiba-tiba, Kapolsek Senapelan AKP Satria Rizkiano, SIK berdiri dan langsung membentak keras. “Apa maksud kalian dengan berita ini,”ujarnya dengan nada tinggi.

Pertanyaan Kapolsek tersebut langsung dijawab dengan ringan oleh Bang Kornel. “Kami ingin wawancara khusus terkait kelanjutan berita itu komandan,”terang Bang Kornel.

Mendengar sergah sang perwira Akpol itu, Bang Kornel yang semula ingin duduk kembali dikursinya, berubah pikiran dan memilih berdiri, saat menyerahkan koran itu, tiba-tiba Kapolsek langsung menuju ke pintu masuk ruangannya dan menutup pintu dengan rapat.

Kemudian berusaha mengejar Bang Kornel dengan kepalan tangannya, suaranya keras membentak. Suasana berubah menjadi mencekam. Untungnya, Kepala Tim Buser (Saya lupa namanya,red), masuk ke ruangan. Saya pun demikian, ikut berdiri.

Katim Buser itu berusaha menangkap kepalan tangan Kapolsek yang nyaris mendarat di wajah Bang Kornel. Tak lama setelah itu, masuk Kanit Reskrim Iptu Akmaluddin, yang berusaha mengeluarkan kami dari ruang kerja Kapolsek.

“Ini sudah tidak benar. Kita akan sampaikan ke meja redaksi,”ujar Bang Kornel saat itu dihadapan Kanit Reskrim.

Seketika itu pula, Bang Kornel mengajak saya beranjak pergi meninggalkan Polsek Senapelan. Sepeda motor yang kami tunggangi langsung menuju ke kantor media cetak tempat kami bekerja. Disana kami duduk dikursi, yang dihadapannya telah tersedia komputer dan keyboar (papan ketik,red), untuk menuliskan laporan dan berita, yang akan disajikan.

Setelah usai melaksanakan tugas jurnalistik. Bang Kornel memanggil saya dan melaporkan kondisi yang terjadi kepada Pimpinan Redaksi (Pemred). Sebab, Bang Kornel tak terima atas prilaku Kapolsek Senapelan, berlatar belakang Brimob tersebut.

Laporan yang disampaikan didengarkan langsung oleh Pimred yang masa itu dijabat Herianto Marhamin, SE, IM. Kebetulan, Pemred menjabat Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau. Kami sangat salut dan apresiasi terhadapnya, sebab satu-satunya Pemred, yang benar-benar membela mau membela profesi wartawan, terutama di ruang redaksi tempat kami bekerja.

“Kalau begitu ceritanya. Bisa disampaikan ke Kepala Bidang Propam Polda Riau. Jika keberatan laporkan kesana. Saya mendukung upaya itu. Sebab, unsur jurnalistik dalam pemberitaan itu sudah sesuai dengan etika dan UU Pers,”kata Herianto Marhamin dengan nada berapi-api.

Selama kurang lebih 1 jam diruangan Pemred. Akhirnya, Bang Kornel dan saya izin keluar meninggalkan ruangan dan akan melanjutkan rapat redaksi secara internal besok harinya. Seperti biasa, persoalan berita “Rokok Ilegal” dibahas di meja redaksi, melalui rapat proyeksi.

Spontan, pagi esoknya semua membahasnya secara seksama. Dari hasil proyeksi, diambil kesimpulan jika masalah tersebut dibawa ke jalur Propam Polda Riau. Jelang menyampaikan laporan ke Propam Polda Riau, sejumlah awak media Televisi lokal dan Nasional sempat menemui Bang Kornel Panggabean, untuk berdiskusi agar masalah ini bisa menjadi topik pemberitaan mereka nantinya.

Saya pun begitu. Tak banyak ucapan yang keluar dari mulut. Sebab, saya mengikuti arahan Bang Kornel, yang merupakan senior di tempat saya berkerja. Jujur, sebagai anak baru di profesi wartawan. Saya banyak belajar dari Bang Kornel dan redaktur-redaktur senior kala itu, seperti Abangda Syahrul, Abangda Syamsidir Atan (Ketua PWI Meranti), Abangda Indra Yuni (ASN di Meranti), Abangda Al Zamret Malik, SH (Pekanbaru Pos), Abangda Nofra, SH dan sejumlah nama yang tak bisa sebutkan namanya satu persatu.

Bang Kornel mengajak saya ke Polda Riau dan membuat laporan resmi ke Propam Polda Riau. Di Propam, kami berdua diterima langsung oleh Kabid Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Riau  AKBP Suroso Hadi Siswoyo, SIK kala itu. Sekarang AKBP Suroso sudah pindah tugas dan tak pernah bertemu lagi, orangnya sangat baik dan sangat dekat dengan wartawan di Riau.

Singkat kisah. AKBP Suroso menerima kedatangan kami, bahkan membuka pintunya lebar-lebar untuk konflik pemberitaan yang sedang dihadapi. Ia menerima laporan secara tegas, namun santun. Kami berdua dilayani dengan penuh keakraban, ibarat abang melayani adik-adiknya.

Diruangannya, laporan Bang Kornel diterima. Setelah itu, AKBP Suroso melakukan komunikasi dengan Kapolsek Senapelan AKP Satria Rizkiano, SIK. Cek balance atas laporan yang diterimanya. Namun, saat itu AKP Satria tetap bersikukuh tidak menerima atas pemberitaan, yang cukup menggemparkan Kota Pekanbaru itu.

Sehingga Bang Kornel dan saya diarahkannya untuk beristirahat saja dahulu, sampai nantinya AKP Satria Riskiano dingin hatinya. Sehingga saat itu pula, di luar ruangan Kabid Propam Polda Riau sudah menunggu belasan wartawan media Televisi, yang kebetulan mangkal atau “Ngepos” di Polda Riau.

Beberapa pertanyaan saat itu disampaikan media Televisi dan ditujukan ke Bang Kornel. Namun, Bang Kornel menyarankan agar masalah ini langsung dikoordinasikan dengan Kabid Propam Polda Riau.

Begitu juga saya, saat itu tidak berbicara banyak. Hanya menyerahkan kepada Bang Kornel Panggabean selaku perwakilan redaksi, yang ditunjuk Pemred untuk menyelesaikannya. Sebab, Bang Kornel juga selain ikut dalam proyeksi pemberitaan itu, juga sebagai wartawan yang bertanggungjawab atas pemberitaan “Rokok Ilegal” bersama saya.
Kurang lebih hampir tiga hari masalah ini diam. Namun, berita tetap saja menghiasi laman media cetak, bahkan ada media Televisi yang mengangkat segmen lainnya dari berita “Rokok Ilegal”.

Namun, selama diam. Ternyata Bang Kornel Panggabean selama tiga hari itu mendapat pesan singkat via Short Masseage Sistem (SMS). Pesan itu seperti nada ancaman, tapi tidak tahu sumbernya darimana, hanya tertera nomor ponsel tapi tidak ada nama.

Setiap kali menerim pesan. Bang Kornel selalu menceritakan ke saya. “Ini ada SMS ancaman, gawat ini kardi. Harus waspada kita, setiap kali pesan masuk dan nomor pengirim dihubungi, selalu tidak aktif dan nomor ponsel serta ancaman itu silih berganti,”ujar Bang Kornel.

Tentu saya sedikit risih. Beberapa kali saya mencoba menyampaikan ke Bang Kornel, agar SMS ancaman itu diberitakan saja. Namun, Bang Kornel menyarankan, agar mencuaikan SMS itu.

“Tidak perlu. Itu SMS dari orang yang tidak bertanggungjawab. Biarkan saja,”tuturnya lagi.

Sampai akhirnya dihari ketiga. Pemred Pekanbaru Pos (Koran Merah) Herianto menghubungi Bang Kornel Panggabean, untuk melakukan pertemuan di Mapolsek Senapelan atas keinginan dari Kapolsek Senapelan AKP Satria Rizkiano.

Pertemuan itu juga tak atas keinginan Kapolsek. Tapi, juga petunjuk dari Kabid Propam Polda Riau AKBP Suroso Hadi Siswoyo, SIK. Bergegaslah Bang Kornel bersama saya hadir di Mapolsek Senapelan, bersama Pemred dan sejumlah awak media Televisi.

Pada pertemuan meja bundar. AKP Satria Rizkiano, hadir duduk ditengah bak memimpin sidang. Tampak juga Kanit Reskrim Polsek Senapelan Iptu Akmaluddin, yang selalu ceria dengan khas rambut putihnya menghiasi kepala.

Akmaluddin merupakan kanit yang saat itu dekat dengan insan pers. Saya tidak tahu, sekarang beliau mendapat amanah jabatan dimana. Tapi, yang jelas Iptu Akmaluddin merupakan, Kanit Reskrim yang murah senyum.

Selama pertemuan meja bundar. Kapolsek Senapelan AKP Satria Rizkiano menyampaikan unek-uneknya, terhadap pemberitaan media “Rokok Ilegal”. Usai menyampaikan unek-uneknya, giliran Pemred Herianto menyampaikan pandangannya terhadap “Konflik Pemberitaan”.

Dalam konteks dan kaidah jurnalistik. Apa yang ditulis semuanya memenuhi unsur jurnalistik. Sehingga tak ada yang salah dalam pemberitaan itu. Sehingga Herianto memberikan ruang untuk klarifikasi atas pemberitaan yang sudah dimuat.

Namun, AKP Satria Rizkiano tidak ingin klarifikasi terjadi. Ia minta agar pemberitaan “Rokok Ilegal”, dihentikan. Melalui berbagai pertimbangan yang menjadi argumentasinya. Namun, setelah membahas mengenai upaya adanya pemukulan dan menciderai profesi pers (wartawan,red).

AKP Satria Rizkiano menyampaikan permohonan maafnya. Setelah penyampaian permohonan maaf itu, akhirnya suasana yang semula tegang dan memanas, akhirnya mencair.

Kapolsek berlatarbelakang didikan Brimob itu sudah bisa tersenyum lebar. Tanpa harus tahu siapa pemilik “Rokok Ilegal” itu. Tanpa tahu apa sanksi hukum, yang akan diberikan kepada pelaku. Hari itu semua saling berangkul tangan.

Bahkan saya dan Bang Kornel menjadi salah satu wartawan yang hari itu dipeluk oleh Kapolsek AKP Satria Rizkiano. Bahkan, menjadikan kami wartawan spesial kala itu, terkhusus Bang Kornel Panggabean.

Sampai akhirnya, pemberitaan itu berujung damai antara Kapolsek Senapelan AKP Satria Rizkiano dengan Pekanbaru Pos. Barangkali kisah ini menjadi, inspirasi buat kita bersama, serta mengetahui persoalan pemberitaan pers ternyata bisa diselesaikan dengan kepala dingin, tidak perlu dengan cara-cara arogansi.

Dari pertemuan di Mapolsek Senapelan itu, membuat hubungan kami (khususnya koran Pekanbaru Pos) dekat dan secara pribadi saya bersama Bang Kornel, memiliki hubungan khusus dengan Kapolsek AKP Satria Rizkiano, hingga akhirnya pindah tugas menjabat Kasat Lantas Polres Kampar dan kini kabarnya, mendapat amanah dan mengabdi di Polda Jawa Tengah.

Alasan mendasar. Sebab, pers itu juga cinta damai. Pers itu juga ingin bersahabat dan memperbanyak teman. Pers itu sendiri lahir atas dasar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Asalkan pers tidak berbuat tindakan kriminal, seperti memeras dan melakukan tindak pidana kejahatan kriminal, yang termaktub dalam KUH Pidana.

Sekelumit kisah ini sengaja saya tulis. Agar kedepan, narasumber dan para pihak yang turut diberitakan atas dasar memenuhi unsur UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) bisa memahami, jika sengketa pers ini bisa diselesaikan dengan kepala dingin, tanpa harus berujung ke perbuatan tindak pidana. Karena, pada prinsipnya pers dilindungi oleh Undang-Undang.

Menurut Hinca Panjaitan dalam bukunya berjudul Menegakkan Kemerdekaan Pers : “1001” Alasan, Undang-Undang Pers Lex Specialis, Menyelesaikan Permasalahan Akibat Pemberitaan Pers, menjelaskan bahwa Undang-Undang Pers adalah ketentuan khusus yang mengatur tentang pelaksanaan kegiatan jurnalistik.

Hinca Panjaitan juga mengulas, bahwa tugas jurnalistik mulai dari mencari, memilah dan memberitakannya sampai mekanisme penyelesaian permasalahan yang timbul akibat pemberitaan pers (hal.xvii).

Dalam menjalankan kegiatan jurnalistiknya, wartawan tidak dapat di hukum dengan menggunakan KUHP sebagai sesuatu ketentuan yang umum (lex generali). Dalam hal ini berlakulah asas yang universal berlaku, lex specialis derogate legi generali. Ketentuan khusus mengesampingkan ketentuan umum.

Di usia saya beranjak 40 Tahun dan saat ini dikaruniai anak, tiga orang putri dan satu orang putra. Kutipan Hinca Panjaitan dalam bukunya tersebut, menjadi dasar kerja saya selama berkiprah di dunia jurnalistik.

Terutama hal prinsip dalam surat kabar dahulu dan era digital saat ini. Mengenai siapa yang bertanggungjawab terhadap pemberitaan yang merugikan pihak lain, menurut Hinca Panjaitan, bahwa secara teknis hukum, perusahaan pers harus menunjuk penanggung jawabnya, yang terdiri dari 2 (dua) bidang yaitu, penanggung jawab bidang usaha dan penanggung jawab bidang redaksi.

Yang menarik dalam alur kisah ini. Mekanisme pertanggungjawaban yang dilakukan oleh wartawan diambilalih oleh perusahaan pers yang diwakili oleh penanggungjawab itu.

Merujuk pada Pasal 12 UU Pers yang mengatakan bahwa perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan "penanggung jawab" adalah penanggung jawab perusahaan pers yang meliputi bidang usaha dan bidang redaksi.

Kemudian, mekanisme penyelesaian yang dapat ditempuh dalam hal terdapat pemberitaan yang merugikan pihak lain adalah melalui hak jawab (Pasal 5 ayat [2] UU Pers) dan hak koreksi (Pasal 5 ayat [3] UU Pers).

Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya, sedangkan hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

Hinca Panjaitan mempertegas, mekanisme penyelesaian permasalahan akibat pemberitaan pers adalah sesuai bukunya di halaman 149-152, sebagaimana kami sarikan dan sesuaikan dengan adanya kode etik wartawan, yaitu :

Pertama, menggunakan pemenuhan secara sempurna pelayanan Hak Jawab dan Hak Koreksi. Hal ini dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang secara langsung kepada redaksi yang dalam hal ini mewakili perusahaan pers sebagai penanggungjawab bidang redaksi wajib melayaninya.

Orang atau sekelompok orang yang merasa dirugikan nama baiknya akibat pemberitaan itu harus memberikan data atau fakta yang dimaksudkan sebagai bukti bantahan atau sanggahan pemberitaan itu tidak benar.

Kemudian kedua, Implementasi pelaksanaan Hak Jawab tersebut dapat dilihat pada Pasal 10 Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik sebagai Peraturan Dewan Pers (“Kode Etik Jurnalistik”) (sebagai kode etik wartawan yang baru), yang menyatakan bahwa “Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar dan atau pemirsa”.

Selain itu, pelaksanaan Hak Jawab dan Hak Koreksi dapat dilakukan juga ke Dewan Pers (Pasal 15 ayat [2] huruf d UU Pers). Dikatakan bahwa salah satu fungsi Dewan Pers adalah memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.

Selanjutnya ketiga,  permasalahan akibat pemberitaan pers dapat juga diajukan gugatan perdata ke pengadilan atau dilaporkan kepada polisi. Namun demikian, karena mekanisme penyelesaian permasalahan akibat pemberitaan pers diatur secara khusus di UU Pers muaranya adalah pada pemenuhan Hak Jawab atau Hak Koreksi, maka pengadilan (dalam kasus perdata) maupun penyidik atau jaksa atau hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut tetap menggunakan UU Pers dengan muaranya adalah pemenuhan Hak Jawab dan atau Hak Koreksi.

Tanggapan dari pers atas Hak Jawab dan Hak Koreksi tersebut merupakan kewajiban koreksi sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka 13 UU Pers. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan. Kewajiban koreksi ini juga merupakan bentuk tanggung jawab pers atas berita yang dimuatnya.

Pada praktiknya, penggunaan hak jawab ini dinilai berfungsi untuk menyelesaikan permasalahan secara damai. Contoh kasus dan pernah dimuat dalam artikel Hak Jawab, Hendropriyono Tak Akan Tuntut The Jakarta Post.


Selain itu, Kode Etik Jurnalistik juga menyebutkan bahwa penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.

Pada sisi lain, pihak yang dirugikan oleh pemberitaan pers tetap punya hak untuk mengajukan masalahnya ke pengadilan, secara perdata atau pidana. Dalam perkara pidana menyangkut pers, hakim yang memeriksa perkara tersebut harus merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung No. 13 Tahun 2008 tentang Meminta Keterangan Saksi Ahli ("SEMA 13/2008").

Sebagaimana ditulis dalam artikel Aparat Penegak Hukum Diminta Merujuk pada SEMA No. 13 Tahun 2008, berdasarkan SEMA No. 13 Tahun 2008 dalam penanganan/pemeriksaan perkara-perkara yang terkait dengan delik pers, majelis hakim hendaknya mendengar/meminta keterangan saksi ahli dari Dewan Pers, karena merekalah yang lebih mengetahui seluk beluk pers tersebut secara teori dan praktek.

Demikian barangkali kisah serta argumentasi mengenai delik pers, yang barangkali banyak masyarakat atau narasumber belum mengetahuinya secara luas serta aspek hukum, yang benar-benar berkeadilan terhadap pers itu sendiri.

Semoga cerita dan kisah ini menjadi momen bangkitnya Kemerdekaan Pers sesuai semangat lahirnya UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, serta Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Terlebih lagi, di era digitalisasi saat ini, masing-masing organisasi pers serta perusahaan pers juga membekalinya dengan Kode Prilaku Wartawan (KPW).(***)


Sekali lagi, Pers Hebat, Pers Cinta Damai. Ingin Banyak Teman dan Sahabat. Bukan Mencari Lawan!
 

Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER