Kanal

Evaluasi Kinerja Polri yang kian Merosot

Kinerja Polri yang selalu bersentuhan langsung masyarakat mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak, pasalnya Polri dianggap menyalahgunakan wewenang sebagai pelindung dan penganyom masyarakat. Tampak pada berbagai atensi publik kinerja polri sangat jauh dari harapan serta sebagai institusi penegak hukum penindakan kasus yang tidak mendapat kepastian dan keringanan bahkan sampai pembebasan berbagai tersangka yang memiliki sokongan dana dan jabatan publik. Hal ini perlu dievaluasi secara keseluruhan, hal yang sepele bisa menjadi permasalahan yang besar dengan berbagai masalah turunan dan korbannya. 

Pada tahun 2023 Survei Kepuasan Publik oleh Libang Kompas yang menembus angka 87% korelasi dengan catatan IPW dimana pengaduan masyarakat menurun dari tahun sebelumnya. Hal ini sangat tidak sesuai dengan realita yang terjadi di lapangan, betapa banyak masih terjadi polisi dengan arogannya menilang berbagai kendaraan yang tidak pada tempatnya, melakukan pungutan liar di jalanan, melakukan pelecehan seksual terhadap pelapor di kantor kepolisian, setoran liar dari bawahan ke atasan, tranksaksi narkoba yang dimainkan hingga ke dalam lapas, hingga membekingi berbagai tempat diduga TPPO dan illegal fogging. Masih banyak catatan yang harus Polri benahi sebagai institusi penegak hukum yang diharapkan humanis dan responsif. Hingga hari ini ungkapan ‘no viral no justice’ masih berlaku sebab hanya dengan itu kekuatan masyarakat saling mendukung menguatkan para korban yang menjadi kesewenang-wenangan Polri.

Ketidakberesan yang terjadi dalam tubuh polri bukan hal yang harus diherankan, karena berbagai kasus besar yang melibatkan pemilik perusahaan besar juga dilindungi oleh para petinggi polri. Hari ini yang sangat merusak anak muda bahkan hingga para pria usia lanjut pun terjangkit virus judi online. Satu hal yang bisa memutus mata rantai dari pergerakan virus ini, yakni menangkap dalang utamanya lalu mematikan sistemnya beserta turunannya. Dengan sendirinya virus ini akan mati dan anak muda terbebas dari penyakit yang membahayakan ini. Kasus terbaru yang membuat Polri dianggap sangat serampangan menurut DPR RI, yakni kasus pembunuhan Vina Cirebon, Polri berulang kali merevisi para tersangka dan anehnya terjadi salah tangkap tersangka hingga diputus oleh pengadilan. Di Sumatera Barat tepatnya di Kota Padang terjadi kasus yang menjadi tanya tanya besar oleh masyarakat, yakni kasus kematian Afif Maulana siswa SMP yang menurut keterangan polisi terlibat dalam tawuran. Ironinya hasil visum Afif Maulana mati karena disiksa bukan karena jatuh dari jembatan Kuranji, Kota Padang. Kelakar polisi lalu mengamini hasil visum bahwa benar terjadi kesalahan dalam kantor, yakni terjadi penyiksaan, hingga hari ini kasus terus bergulir dan masyarakat meminta media menyorot hal yang mengecewakan ini, betapa sakit nurani rakyat mereka digaji oleh uang rakyat , namun kelakuannya bak raja yang memiliki kewenanagan apapun yang diinginkan. 

Hal yang memilukan bahkan memalukan polisi yang melakukan pencabulan terhadap siswa SMP berumur 15 tahun di Kabupaten Belitung, Bangka Belitung. Korban berencana melapor atas tindakan pemerkosaan yang menimpanya sejak 2022-2024, justru di kantor polisi ia menadapat pelecehan oleh polisi. Masih kasus yang sama polisi yang berkali-kali memperkosa siswa SD yang masih berusia 8 tahun di Maluku, Ambon. Polisi mengancam akan memenjarakan ibu dan korban yang membuat keduanya ketakutan untuk melapor. Hal serupa yang terjadi di NTB polisi yang memperkosa mahasiswi, polisi hanya didakwa putusan 10 bulan penjara karena pelaku- korban telah menujukkan surat kesepatakan damai. Putusan yang sangat melukai nurani publik, kasus-kasus yang menimpa wanita tidak berdaya untuk mengadu, justru dihukum dengan hukuman ringan kedepannya akan banyak terjadi kasus serupa karena hukuman yang tidak membuat jera bahkan pemerintah seolah buta dan tuli tidak melihat realita institusi penegak hukum dipermainkan oeh oknum yang semakin merusak citra institusi ini.

Polri Pelindung Masyarakat Janji Manis Belaka
Sebagai pelindung masyarakat tentu Polri memiliki berbagai tuntutan yang harus ditepati. Pengaduan masyarakat yang masuk harus menjadi prioritas Polri dengan gerak cepat penutusan kasus yang diadukan. Namun, faktanya justru dalam internal Polri itu yang bermasalah kasus suap, korupsi dan nepotisme masih terjadi hingga hari ini. Dilansir dari Indeks Persepsi Korupsi yang dirilis oleh IndexMundi sebuah lembaga riset independen, Indonesia menempati pertama sebagai negara dengan tingkat korupsi polisi tertinggi di Asia Tenggara. Sedangkan di tingkat Internasional Indonesia menempati urutan ke-18. Hal yang sangat memalukan, institusi yang memiliki slogan Transisi yang mengedepankan jiwa patriot dan siap sedia untuk negara dalam kebusukannya menempati urutan pertama kasus korupsi.

Bagaimana bisa menyelesaikan kasus-kasus di masyarakat jika mental institusi ini dihinggapi mental culas dan arogan yang masih mementingkan uang demi mengisi kantong-kantong yang serakah. Idealnya memang masyarakat tidak lagi melibatkan polisi dalam berbagai kasusnya, jika hanya menambah rumit masalah dan hanya membuat masalah berputar-putar tak tentu arah janji manis hanyalah slogan yang memperindah seremonial acara kenegaraan yan penuh kedustaan.

Pemerintah Abai Terhadap Kasus yang menimpa Masyarakat 
Penguat masyarakat hanya penerintah satu-satunya, disaat Polri tidak mampu menjadi harapan dalam menangani kasus yang membuat masyarakat kecewa. Pemerintah memiliki kelengkapan kewenangan untuk menyelesaikan kasus termasuk menindak polisi yang mempermainkan masyarakat yang butuh pertolongan. Namun, yang terjadi jusru Polri akan diberikan kewenangan yang lebih luar dengan RUU Polri diantaranya, Mennyadap obrolan tanpa UU penyadapan atau persetujuan pengadilan, bisa memblokir, memutus, dan memperlambat akses internet, bisa memeriksa aliran dana layaknya PPATK, bisa meminta keterangan dari semua lembaga untuk intelijen, menjadi pembina hukum seperti BPHN, menggalan intelijen untuk menjadi superior, bisa mengatur, mengawal,dan patroli tanpa aturan UU, menjadi penyelenggara kota pintar, menjadi superior dalam penyidikan dan lain sebagainya. Berbagai kewenangan yang membuat Polri semakin leluasa memainkan kasus yang bisa ditutup tanpa diketahui publik dan ini bisa mengulang kembali masa-masa orde baru yang membuat masyarakat ketakutan bak pemerintahan Korea Utara hari ini yang otoriter tapa kritik rakyat.

Imunitas Hukum tanpa Evaluasi yang Menyeluruh
Kekuatan Polri masih pada imunitas yang ia dapatkan, berbagai rencana bisa ia muluskan dengan sokongan dana dari bekingan kasus yang ia amankan. Siapapun yang mencoba membongkar kasus akan dengan mudah disorot dan mendapat tindakan langsung dari Polri. Hal ini membuat Polri bukan berbenah, namun semakin membuat regulasi yang memuluskan aksi dibelakang layar yang membuat rakyat seolah-olah bodoh. Semua kebobrokan Polri bukan harus ditutupi, namun dievaluasi yang membuat institusi ini bertansformasi menjadi harapan masyarakat untuk humanis dan responsif. Bila masih mengandalkan imunitas yang dimiliki sampai kapanpun institusi ini akan meminta pembenaran dan pembelaan atas kelakuannya tanpa mengintropeksi diri dimana letak kesalahan dan perubahan apa yang harus dimulai. 

Pengawasan yang kurang maksimal dan banyaknya celah yang telah rapat tertutup membuat publik tidak mengetahui secara pasti realita, namun kelayakan Polri sebagai institusi penegak hukum harus diperbaiki demi memajukan negara bukan untuk menjatuhkan institusi jusru kesemuanya demi negara tercinta ibu pertiwi. 
 

Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER