Pilihan
Silaturrahmi Akbar, IKA FIA Unilak Gelar Parade Musik dan Lagu
Ketua PWI Riau Buka Resmi Agenda OKK Calon Anggota Baru Tahun 2025
Bupati Bengkalis yang Tak Anti Kritik
Ciri Khas Warna Kuning, Masjid Kuning Miliki Sejarah Panglima Minal
Bangsa yang Tak Membaca, Bangsa yang Mudah Lupa
Tanggal 22 Oktober 2025 menjadi hari yang berkesan bagi saya. Hari itu, saya menemani para santri SMP Islam Qurani Albahjah Pekanbaru berkunjung ke Perpustakaan Soeman HS Provinsi Riau. Perpustakaan itu tampak megah dan tenang, seolah sedang memanggil siapa pun yang ingin berdialog dengan ilmu.
Anak-anak turun dari bus dengan wajah cerah. Mereka menggunakan seragam sekolah, berjalan berbaris rapi, dan saling berbagi rasa penasaran. Ada yang menengadah melihat gedung tinggi itu, ada yang sibuk bertanya, “Buku apa yang paling banyak di sini, Ustaz?” Saya tersenyum. Di tengah gempuran gawai dan hiburan cepat, melihat mereka begitu bersemangat menyambut buku adalah pemandangan yang menenangkan.
Saya teringat kata Taufiq Ismail, penyair yang saya kagumi:
“Bangsa yang miskin bacaan akan miskin imajinasi, dan bangsa yang miskin imajinasi akan miskin masa depan.”
Kalimat itu terasa benar adanya. Banyak dari kita sibuk dengan dunia digital, tapi perlahan kehilangan keintiman dengan buku. Padahal, membaca bukan sekadar menambah pengetahuan. Membaca adalah cara kita menata pikiran, memperluas empati, dan memahami makna kehidupan.
Perintah pertama dalam Islam pun adalah “Iqra” bacalah. Artinya, membaca bukan hanya soal membuka lembaran, tapi membuka kesadaran. Dengan membaca, kita belajar melihat dunia dari banyak jendela. Maka ketika santri-santri itu melangkah masuk ke perpustakaan, saya merasa mereka sedang melanjutkan perintah suci itu — dengan langkah kecil, tapi bernilai besar.
Bangsa yang tidak membaca akan mudah lupa. Lupa sejarah, lupa nilai, dan lupa bahwa kemajuan lahir dari pengetahuan. Saat membaca hilang dari kebiasaan, bangsa kehilangan arah berpikir. Kita menjadi mudah percaya pada kabar palsu dan sulit membedakan antara fakta dan opini.
Kunjungan hari itu mungkin hanya berlangsung sebentar, tetapi maknanya terasa dalam. Saya melihat anak-anak itu duduk di pojok rak buku, membuka halaman demi halaman dengan penuh rasa ingin tahu. Di sana saya belajar sesuatu: mencintai ilmu tidak selalu dimulai dari hal besar, kadang cukup dari satu buku yang dibaca dengan hati.
Saya percaya, setiap anak yang mencintai membaca sedang menyalakan lilin kecil untuk masa depan bangsanya. Karena bangsa yang membaca adalah bangsa yang mengingat, dan bangsa yang mengingat adalah bangsa yang terus tumbuh menuju cahaya.
Di Ambang Batas antara Edukasi dan Eksposisi
Saya sebenarnya hanyalah seorang guru muda. Jika dibandingkan dengan .
Ketika Dahan Rapuh Mengira Dirinya Kokoh
Ada masa dalam hidup ketika kita merasa telah tumbuh lebih tinggi dari yang lain, padahal.
Pengaruh Kebijakan Perpajakan Terhadap Peningkatan Pendapatan Negara Di Indonesia
Latar Belakang Masalah.
KKN: Bukan Sekadar Program Rutinitas, tapi Panggilan Pengabdian
BEDELAU.COM --Ketika para mahasiswa turun langsung k.
"Kedai Kopi: Secangkir kopi dan Hisab yang Terlupa"
Ada sesuatu yang tenang dalam suara sendok yang beradu dengan cangkir.








