Kanal

Siang Adalah Malam, Malam Adalah Siang

WARTAWAN LIPUTAN KRIMINAL! Asumsi wartawan Liputan Kriminal itu, bukan wartawan yang melakukan tindakan kriminal. Jangan salah arti. Bisa jadi bermakna lain.

Tapi, lebih tepatnya wartawan itu sehari-hari melakukan tugas peliputan berita-berita kriminalitas di kepolisan, kejaksaan, pengadilan dan rumah sakit di kota-kota besar.

Ini pernah saya jalani di Kota Pekanbaru. Di kota yang sekarang telah menjadi Metropolitannya Riau itu, bagi saya dan rekan-rekan redaksi Harian Pekanbaru Pos (Koran Merah,red) Tahun 2002, pernah melaluinya dengan semangat tanpa bobol berita (kecolongan berita,red).

Sebelum dipindahtugaskan dan mengabdi sebagai wartawan di daerah Kabupaten Bengkalis Tahun 2004 akhir, maka Pekanbaru menjadi tempat mengasah skill di bidang jurnalistik.

Berita-berita Straight News (Peristiwa), Feature (Berita mengisahkan) sudah menjadi makanan setiap harinya. Usai rapat proyeksi redaksi. Maka, proyeksi itu wajib dituangkan dalam berita, baik Straight News dan Feature. Pada prinsipnya berita yang disajikan sesuatu yang baru untuk dimuat di surat kabar, sehingga menarik minat bagi pembacanaya.

Bagi kami yang ditugaskan di Kepolisian, Kejaksaan dan Peradilan. Siang adalah malam, malam adalah siang. Kenapa demikian? Sebab, sebagai wartawan pemula kala itu, kami diajarkan dan di didik untuk menguasai segala karakter narasumber.

Kemudian, di didik agar menjadi wartawan yang On Time  (tepat waktu). Berada di Tempat Kejadian Peristiwa (TKP) dan ponsel menyala 24 jam penuh. Tetap disiplin dalam melaksanakan tugas peliputan. Sehingga, setiap saat setiap detik, ketika mendapat penugasan, siap untuk menuju ke lokasi yang menjadi objek berita.

Terutama wartawan seperti saya, yang ditugaskan meliput, mencari dan menyajikan berita menarik di kepolisian. Mulai dari Polsek, Poltabes dan Polda Riau.

Jika mendapat tugas itu, maka tak ubahnya sering kepikiran, tak masuk di nalar alam sadar. Sementara gaji tak seberapa yang diterima, tapi rasa cinta atas pekerjaan itu sangat besar.

Dunia malam bagi kami, wartawan kriminal tidak tabu. Justru menjadi rasa ingin tahu kehidupan malam nyata itu, bisa terlihat jelas. Terkadang, bisa-bisa tergelincir dalam gemerlap dunia malam, yang seakan “memanggil-manggil” setiap mendapat penugasan jurnalistik di malam hari.

Belum lagi, bisikan-bisikan liar wanita penghibur, yang selalu bisa ditemui ketika di ajak narasumber untuk Ber-Happy Ria. Gratis tidak bayar, yang bayar narasumber yang baik hatinya.

Terkadang inilah yang disebut Siang Adalah Malam, Malam Adalah Siang. Apalagi belum ada tanggungan hidup atau masih berstatus lajang. Tak perlu saya ceritakan satu persatu narasumber, yang pernah Ber-Happy Ria bersama. Tertawa sama-sama. Joget sama-sama.

Barangkali juga disanalah, saya melepaskan rasa lelah, setelah menjalankan profesi atau tugas jurnalistik.  Khusus wartawan liputan kriminal, tentunya kehidupan dunia malam telah dilewati dan dirasakan.

Tapi, sepanjang ingat pulang, semua pekerjaan profesi itu dijalani dengan ringan. Cinta akan pekerjaan itu pun makin melekat. Belum lagi, adanya penugasan-penugasan liputan investigasi malam hari.

Suatu ketika, jarum jam sudah bergerak ke angka 22.00 WIB, Kamis malam. Tahun 2002 silam.  Malam pun kian larut dan menebar hawa dingin, yang menusuk hingga ke tulang sumsum.

Namun, di Pusat Kota Pekanbaru tetap saja “panas” dan berdenyut. Sebuah siklus sosial, yang bisa jadi sampai hari ini masih terasa. Pekanbaru memang kota yang tak pernah mati, metropolitannya Riau yang tetap eksis dengan kehidupan malam.

Terutama bagi mereka yang doyan dengan dunia hiburan.  Ketika itu, saya ditugaskan untuk mewawancarai seorang pekerja seks komersial (PSK). Ini tugas terberat yang diberikan saya oleh pemimpin redaksi (Pemred). Mengulas kisah PSK, yang menjajakan tubuhnya di bulan Ramadhan.

Tak buang waktu lagi. Tugas itu saya jalani dengan penuh rasa tanggungjawab. Seorang wanita muda berparas lumayan cantik dengan busana seksi di salah satu club malam Pekanbaru, berhasil saya wawancarai. Dalam wawancara itu, wanita muda itu bercerita jalan hidupnya.

Ternyata, menjadi PSK dan menjajakan tubuh di bulan Ramadhan, bagi wanita itu bukan menjadi jalan hidupnya. Tetapi, sebuah keterpaksaan hidup untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menafkahi seorang anaknya berusia 3 tahun, pasca ditinggal cerai oleh suaminya.

Terang saja, setelah mendapatkan cerita melalui wawancara. Air mata berlinang membasahi pipi wanita muda itu. Begitu pun saya, tak kuasa mendengar ceritanya.

Spontan, mata saya pun berkaca-kaca. Setelah mendengar cerita wanita muda itu, yang jauh datang dari Pulau Jawa ke Pekanbaru hanya untuk bekerja sebagai PSK.

Naluri kemanusian pun seketika muncul tiba-tiba. Rasa prihatin dan sedih atas kisah hidup wanita muda itu membuat saya berpikir dua kali untuk menjadikannya, sebuah berita. Tapi, tugas tetaplah tugas. Apalagi penugasan dari pimpinan redaksi diperusahaan media.

Kisah wanita itu, menjadi berita feature yang paginya tersaji dan menghiasi halaman media cetak. Disanalah, kehidupan Kota Pekanbaru ternyata masih belum berpihak kepada wanita muda itu.

Baginya pula Siang Adalah Malam, Malam Adalah Siang. Era Media Cetak, koran merah selalu saja menyajikan berita-berita menarik untuk dibaca dan menjadi cermin kehidupan.

Tak hanya kisah PSK jajakan Tubuh di Bulan Ramadhan. Tapi, sejumlah kisah peliputan berita dunia malam selalu jadi tantangan. Termasuk liputan-liputan razia kepolisian di saat, hingar bingar club-club malam di Kota Pekanbaru, sampai praktik perjudian lantai atas Mall Pekanbaru tempo dulu, yang mirip seperti “Las Vegas”.

Di Mall Pekanbaru, Jalan Jend. Sudirman, lantai paling atas, disana tahun itu menjadi arena perjudian. Kemudian ada lagi di Jalan Riau, Riau Plaza (RP), pernah menonton film God of Gamblers, persis begitulah suasana didalamnya. Bagi wartawan liputan kriminal, disana juga sebagai lokasi mencari informasi.

Sebab, banyak juga narasumber-narasumber berita bermain disana, bahkan duduk dimeja judi hingga berjam-jam. Terkadang, masa-masa itu membuat saya dan rekan se-profesi, yang ada ketika itu terheran-heran melihatnya.

Bak kembali ke zaman “jahiliah”. Itulah, perjalanan liputan-liputan wartawan kriminal. Jadi, bagi wartawan kriminal yang ditugaskan di kepolisian. Semua itu wajib tahu, sekedar tahu saja, tidak menjadi “pelanggan” atau “pemain” di dalamnya.

Untuk kisah ini, ada beberapa hikmah yang saya dapatkan. Pertama, saya bisa mengetahui ternyata menjadi wartawan, yang ditugaskan pemimpin redaksi (Pemred) itu, mental yang perlu diperkuat.  

Kedua, menjadi wartawan liputan kriminal itu tak hanya sekedar tahu kehidupan siang, tapi juga ternyata ada kehidupan malam yang hampir sama dengan siang hari.

Ketiga, menjalankan tugas jurnalistik itu asik. Siapapun bisa diwawancarai, mulai dari pejabat, perampok, pengemis dan gelandangan, preman hingga pekerja sek komersial (PSK). Semuanya mewarani berita, untuk liputan-liputan kriminalitas di bumi Melayu.

Pers Cinta Damai!

Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER