Dirjen Strahan Kemhan Mayjen TNI Rodon Pedrason mengatakan angka yang ada di dokumen rancangan Perpres yang beredar tersebut tidak bisa dikonfirmasi kebenarannya. Alasannya, karena proses pembahasan masih berjalan.
"Apa yang tertera di dokumen yang beredar belum dapat dikonfirmasi. Pemerintah masih dalam proses perencanaan perpres. Prosesnya masih berjalan. Mari ditunggu," ujar Rodon dalam keterangan tulis, Minggu (30/5/2021).
Diketahui, rancangan Perpres tersebut beredar setelah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyatakan bahwa tengah menyiapkan masterplan alpalhankam selama 25 tahun yang ditugaskan oleh Presiden Joko Widodo. Berdasarkan draf yang beredar, Perpres itu merupakan tindak lanjut rencana strategis khusus 2020-2024.
Dalam dokumen itu disebutkan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan sebesar Rp 1.769 triliun. Rencananya, pengadaan alat-alat tersebut dijalankan hingga 2044 mendatang.
Rodon mengatakan untuk memenuhi kebutuhan memodernisasi alutsista, diperlukan pembiayaan yang mahal. Namun, alutsista itu sendiri akan dapat dipakai oleh TNI untuk menjaga kedaulatan negara dan keselamatan bangsa dalam jangka waktu yang lama.
"Tapi bahwa diperlukan modernisasi alutsista sih sebuah keniscayaan. alutsista itu boleh tua tapi enggak boleh usang. Old but not obsolete. Namun figur pertahanan juga mesti modern dan kuat. Eligible dan capability yang mumpuni," kata dia.
Sementara itu, pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai, adanya rencana Perpres ini menjadi angin segar untuk alutsista Indonesia yang masih tertinggal.
Dia mengatakan, bila melihat Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia 2020 sebesar Rp 15.434,2 triliun, angka Rp 1.769 triliun itu hanya sekitar 11,4 persen jika dibandingkan dengan angka yang dialokasikan pemerintah untuk alutsista selama 25 tahun.
"Apalagi jika angka Rp 15.434,2 triliun itu dikalikan 25 tahun sebagai asumsi, maka persentase jumlah yang direncanakan tersebut dari PDB akan tampak makin kecil lagi. Hanya 0,7 persen setiap tahunnya," ujar Fahmi.
Artinya, kata dia, jika rancangan itu disetujui Presiden, pemerintah akan mampu mengejar target belanja pertahanan sekitar 1,5% dari PDB per tahun. Asumsinya, sebanyak 0,78% bersumber dari anggaran reguler dan sekitar 0,7% bersumber dari pinjaman luar negeri. Dengan demikian, harapannya dilema yang dirasakan tadi dapat terjawab. Pembangunan kesejahteraan terus berjalan, pembangunan pertahanan dapat ditingkatkan.
Pertimbangan lainnya, yakni Fahmi mendorong agar kemampuan negosiasi juga harus ditingkatkan. Sebab dalam belanja impor ada skema transfer teknologi, kerja sama produksi, hingga fasilitas pemeliharaan dan perbaikan yang harus dipertimbangkan.
"Ini harus dilihat mana yang paling menguntungkan," ujarnya.
Menurut Fahmi, hal itu harus dibarengi dengan sejumlah langkah. Misalnya, penguatan peran dan fungsi Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP).
"Nah, ini belum tergambar dari draf Perpres yang beredar," kata Fahmi.
Di sisi lain, Anggota Komisi I DPR RI dari Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin membantah pihak-pihak yang menuding ada kerugian negara dari rencana Kemhan mengalokasikan anggaran hingga Rp 1.769 triliun untuk melakukan modernisasi alat-alat utama persenjataan (Alutsista). Sebab, menurut Hasanuddin, hal tersebut baru rencana yang disampaikan Kemhan.
"Itu kan baru konsep perencanaan awal, belum masuk pada tahap pembelian/pengadaan," kata Hasanuddin.
Menurut Hasanuddin, rencana itu masih dikaji dan tentu disesuaikan dengan keuangan negara. Termasuk skema yang akan dilakukan seperti apa, masih dibahas di Kementerian Keuangan.
"Kerugian negara bagaimana, anggarannya saja kan masih dihitung. Bahkan mendapat persetujuan pun belum," tegasnya.
Lebih lanjut, Hasanuddin menegaskan, pihaknya mendukung penuh langkah-langkah modernisasi alutsista dalam rangka penguatan sistem pertahanan negara. Sebab, nyaris seluruh alutsista yang dimiliki Indonesia sudah tua, bahkan banyak yang merupakan hibah negara asing.