Pilihan
Silaturrahmi Akbar, IKA FIA Unilak Gelar Parade Musik dan Lagu
Dibaca : 1e3 Kali
Ketua PWI Riau Buka Resmi Agenda OKK Calon Anggota Baru Tahun 2025
Dibaca : 1e3 Kali
Bupati Bengkalis yang Tak Anti Kritik
Dibaca : 1e3 Kali
Ciri Khas Warna Kuning, Masjid Kuning Miliki Sejarah Panglima Minal
Dibaca : 1e3 Kali
Ambyar! Sri Mulyani 'Murka' Bongkar Borok BUMN
BEDELAU.COM --Segenap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam kondisi yang buruk. Apalagi sejak adanya pandemi covid-19, di mana banyak BUMN diperkirakan akan bangkrut.
Hal ini disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat membedah kinerja BUMN penerima PMN tahun 2020 bersama Komisi XI DPR RI, beberapa hari lalu.
"Dari sisi distress atau kemungkinan bangkrut ada 68% dari BUMN kita itu (bisa bangkrut) dan 32% nya masuk kategori aman," ungkapnya.
Kemudian, jika dilihat dari rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/ DER), juga ditemukan bahwa BUMN penerima PMN sebagian besar mempunyai utang yang cukup tinggi dibandingkan rerata industrinya. Bahkan, kata Sri Mulyani, utang tersebut di atas rata-rata industrinya.
Sementara, yang sebanding dengan industrinya hanya 2%. Lalu, utang yang berada di bawah rata-rata industrinya tercatat sebanyak 34%.
Secara rule of thumb, DER suatu perusahaan biasanya dikatakan sehat apabila berada di bawah angka 1 atau 100%. Akan tetapi, tentunya angka tersebut ini berbeda-beda dari satu sektor ke sektor lainnya. Sebagai patokan, secara umum, batas wajar DER sendiri adalah 3 kali (300%) hingga 4 kali (400%).
"BUMN kita 55% itu debt-nya, utangnya berada di atas rata-rata dari industri di mana mereka berada," ujarnya.
Menurut data Sri Mulyani, alokasi dana untuk BUMN melalui PMN sepanjang 2005-2021 terbagi dalam tiga klaster yakni pendirian BUMN Rp 3 triliun, restrukturisasi BUMN Rp 12,7 triliun dan peningkatan kinerja BUMN Rp 345,6 triliun.
Lantas, bagaimana sebenarnya kondisi keuangan sejumlah BUMN yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI)?
Dalam tulisan ini, Tim Riset CNBC Indonesia akan berfokus pada 20 emiten yang termasuk ke dalam indeks IDXBUMN20, dengan menggunakan laporan keuangan per kuartal III (Q3) 2021. Adapun emiten BUMN Karya PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) baru merilis laporan keuangan per kuartal II 2021.
Dari 20 emiten BUMN tersebut, 5 emiten merupakan BUMN Karya atau konstruksi plus satu emiten semen, kemudian 7 emiten bank, 3 emiten tambang, dan empat sisanya beragam-mulai dari migas, telekomunikasi hingga farmasi.
Apabila menilik data di atas, sebanyak 12 emiten berhasil mencatatkan pertumbuhan pendapatan bersih secara tahunan (year on year/YoY).
Emiten tambang batu bara PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menjadi emiten BUMN dengan pertumbuhan pendapatan tertinggi (50,84% secara yoy) di tengah booming harga batu bara sepanjang tahun ini.
Selain itu, ada 12 emiten juga yang sukses mencatatkan pertumbuhan laba bersih secara yoy per akhir kuartal III 2021. Emiten farmasi PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan emiten migas PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) menduduki peringkat pertama pertumbuhan laba terbesar.
Lalu, di antara 8 emiten yang mengalami penurunan pendapatan, ada dua nama terbesar, yakni emiten tambang nikel PT Timah Tbk (TINS) dan BUMN Karya PT Waskita Karya Tbk (WSKT).
Namun, kendati terjadi penurunan pendapatan secara tahunan, kedua emiten tersebut berhasil membalik rugi bersih pada tahun lalu menjadi rugi bersih pada akhir September 2021.
Apabila menelisik rasio utang lewat DER, ada 12 emiten yang memiliki posisi DER sangat tinggi, yakni semua emiten dari sektor BUMN Karya dan perbankan.
Hanya saja, DER yang tinggi untuk sektor konstruksi dan perbankan seringkali dianggap wajar.
Untuk sektor konstruksi, misalnya, tinggi DER lazim terjadi lantaran tingginya modal kerja dan biaya operasi di awal proyek dan waktu pengembalian atas modal yang dikeluarkan juga relatif lebih lama.
Sementara, untuk sektor perbankan, DER tinggi terjadi karena memiliki model usaha berupa simpan pinjam. Dana dari nasabah atau dana pihak ketiga (DPK) terhitung sebagai utang yang membuat DER sebuah bank menjadi tinggi. Bahkan, beberapa DER emiten bank tergolong tinggi sekali, seperti DER PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) yang mencapai 940,76% atau 9,4 kali.
Namun, biasanya, yang lebih diperhatikan dalam menganalisis keuangan perbankan adalah rasio lainnya, seperti Capital Adequacy Ratio (CAR), rasio kecukupan modal hingga posisi kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL) dan beberapa nama lagi. Adapun sejauh ini, kedua indikator tersebut tergolong aman.
Sumber: [cnbcindonesia.com]
BERITA LAINNYA +INDEKS
Antusiasme Meningkat, Riau Job Fair 2025 Jadi Incaran Pencari Kerja
BEDELAU.COM --aknya. Agenda yang dipusatkan di Gor T.
1 Ton Cabai Merah dari Sleman Tiba di Riau, Dijual Rp58 Ribu per Kilogram
BEDELAU.COM --Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau mel.
Job Fair 2025 Resmi Dibuka, Pemprov Riau Dorong Penyerapan Tenaga Kerja
BEDELAU.COM --Pemerintah Provinsi Riau melalui Plt G.
Sinergi UMKM dan BUMN: PHR Dorong Kapasitas Pemasaran Pelaku Usaha 13 Koto Kampar
Bangkinang, Riau – PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) kembali menunjukkan komitmenn.
Dampak Bencana di Sumbar dan Sumut, Harga Cabai di Pekanbaru Tembus Rp120 Ribu per Kg
BEDELAU.COM --- Harga kebutuhan dap.
Dibuka 4 Desember, Ini Syarat Magang Nasional Batch 3
BEDELAU.COM --Sukses dengan rekrutmen dua batch sebe.
TULIS KOMENTAR +INDEKS








