Pilihan
Bupati Bengkalis yang Tak Anti Kritik
Ciri Khas Warna Kuning, Masjid Kuning Miliki Sejarah Panglima Minal
Mayat Perempuan Ditemukan Mengapung di Sungai Selat Morong-Rupat
Kasus 28 Pekerja Migran Indonesia, Polisi Tetapkan 3 Tersangka
Tradisi Nuham Pnandan di Kerinci Jambi
BEDELAU.COM --Kenduri sko merupakan acara turun temurun dari masyarakat kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Kenduri Sko diadakan setiap 5 tahun sekali. Kenduri Sko adalah upacara adat masyarakat suku Kerinci, Provinsi Jambi, yang memiliki makna dan fungsi penting dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu perayaan panen, Kenduri Sko merupakan upacara adat untuk bersyukur atas hasil panen padi. Pengukuhan Sko, Kenduri Sko juga merupakan acara untuk mengukuhkan gelar adat kepada orang yang akan menerimanya. Pererat tali kekeluargaan, Kenduri Sko menjadi momen untuk berkumpul, bersilaturahmi, dan merayakan hasil panen bersama-sama. Menjaga warisan budaya Kenduri Sko merupakan tradisi luhur yang telah dijaga selama ratusan tahun.
Acara ini menjadi bentuk implementasi amanat leluhur untuk menjaga identitas lokal dan warisan budaya. Penurunan benda pusaka Kenduri Sko juga merupakan acara untuk menurunkan dan membersihkan benda-benda pusaka nenek moyang, seperti baju mangkuk, keris, gong , dan lain sebagainya.
Penurunan benda pusaka atau sering disebut nuham pnandan Di Desa belui Kecamatan Depati VII Provinsi Jambi. Acara ini disebut nuham pnandan atau upacara membersihkan benda pusaka. Kali ini pembersihan benda pusaka dilakukan di rumah gedang kalbu Desa Belui. Acara ini dilakukan sebelum Kenduri Sko. Acara ini dilakukan sebelum hari H Kenduri Sko biasanya Kenduri Sko dilakukan 5 tahun sekali.
Pada acara ini semua orang berkumpul untuk melaksanakan ritual tersebut pertama tama anak betino menyampaikan maksud dari berkumpulnya, yaitu ingin nuham pnandan dan membersihkan serta meminta bantuan kepada anak jantan dan pemangku adat lainnya untuk menurunkan. Setelah mendapat persetujuan dari pemangku adat dan anak jantan maka acara ritual pun dimulai dengan sesajian, seperti kemenyan yang dibakar, pisang, lempuk, beberapa jenis kembang, 1 ekor ayam yang telah dibersihkan, daun sirih. Selain itu, ada tiga baskom air yang sudah dicampur dengan perasan limau jeruk nipis, jeruk kunci, dan jeruk kapas bercampur kembang dan dedaunan. Air ini untuk memandikan benda-benda pusaka serta sesajian lainnya di tengah ruangan.
Kemudian dengan tangga hati-hati naik ke loteng menurunkan satu persatu benda pusaka yang berdebu, menggendong satu persatu benda pusaka dan membawanya turun ke lantai bawah dekat sesaji. Menurunkan benda pusaka tidak bisa sembarangan biasanya yang menurunkan orang adat di rumah tersebut menurunkannya pun harus di gendong menggunakan kain panjang, benda pusaka tersebut biasanya di simpan di atas loteng yang gelap. Setelah sampai di bawah para anak betino menyambut kemudian satu persatu dibersihkan dengan air yang di campurkan dengan jeruk kembang dan dedaunan.
Benda benda pusaka ini milik nek Indah.Yang pertama ada tuguk pati serap mato, kemudian keno dan gung ini dulunya dibunyikan oleh untuk memberi tahu para depati ketika adanya hajat, seludap Pina yang baru berbuah dulunya dipercaya untuk mintak peruntung bagi orang orang yang belum di karunia buah hati, kemudian tongkat, sangkak yang dipercaya agar buah padi lebih banyak dibandingkan ampo, cembung digunakan ketika sesajian, parup kayau yang digunakan untuk memarut kelapa ketika ada acara acara besar seperti kenduri, tiang bendera apabila bendera sudah di pasang maka itu arti ada perkumpulan atau pertemuan, dulang yang dulu digunakan untuk mencari emas dan juga digunakan untuk menampi padi. Kemudian dua ruas bambu bertuliskan incung.
Sebelumnya ada sebuah surat di dalam bambu bertuliskan incung yang sama persis dengan yang ada didepannya, namun sekarang sudah tidak ada, benda-benda pusaka yang tersimpan bisa menghilang sendiri jika tidak rutin dibersihkan dengan upacara.
Tulisan yang ada di buluh dua ruas bertulisan Incung disimpan oleh Depati Kuning Alam Negeri Desa Belui. Dulunya sudah diterjemahkan oleh pihak Dinas Kebudayaan. Di dalam naskah-naskah Incung juga kita menemukan kata seru atau sela. Maksudnya sebagai mengawali penulisan, berbentuk lagu atau bacaan yang dilagukan, dan menunjukan alih kalimat. Kata seru bermacam-macam, ada yang menunjuk tiruan bunyi, ada pula yang menyatakan perasaan, tetapi ada juga dipergunakan seolah-olah sebagai semboyan untuk menarik perhatian orang pada barang sesuatu. Kata-kata itu sebenar letaknya di luar galur kalimat atau berdiri sendiri, sebab masuk subjek kata tidak masuk predikat ataupun keterangan kata. Ini akan ditemukan pada naskah-naskah kuno Kerinci itu dalam bentuk bunyi padu atau diftong tertentu.
Semua benda pusaka ini pusaka ini dicuci dengan air yang ditelah dicampurkan dengan jeruk kembang dan dedaunan lalu dilap hingga kering dan diletakkan kembali ke atas loteng dengan cara di gendong seperti saat penurunan. Benda-benda ini sejak dulu tetap tersimpan di rumah ini.
Air bekas pembersihan benda-benda pusaka ini menjadi rebutan yang hadir. Masing-masing mereka diberi sekantung plastik untuk dibawa pulang. Sampai di rumah kita harus mandi dengan air ini agar tidak disapo moyang kalau disapo bisa sakit. Melestarikan benda pusaka merupakan bagian penting dalam menjaga warisan budaya dan sejarah suatu masyarakat. Benda pusaka sering kali memiliki nilai spiritual, historis, dan simbolis yang tinggi, serta merupakan bagian dari identitas suatu komunitas. Untuk itu, upaya pelestarian benda pusaka perlu dilakukan secara serius agar tidak punah atau rusak akibat zaman yang terus berkembang.
Krisis Darurat Militer Korea Selatan: Implikasi Diplomasi Dan Hukum Internasional
Pendahuluan: Babak Baru dalam Krisis Politik Korea Selatan.
Perspektif Sosial Terhadap LGBT
BEDELAU.COM -- LGBT adalah singkatan dari Lesbian, Gay, Biseksual dan.
Tantangan dan Peluang Industri Kendaraan Listrik di Indonesia
BEDELAU.COM --Industri kendaraan listrik (EV) .