Pilihan
Bupati Bengkalis yang Tak Anti Kritik
Ciri Khas Warna Kuning, Masjid Kuning Miliki Sejarah Panglima Minal
Mayat Perempuan Ditemukan Mengapung di Sungai Selat Morong-Rupat
Kasus 28 Pekerja Migran Indonesia, Polisi Tetapkan 3 Tersangka
Perspektif Sosial Terhadap LGBT
BEDELAU.COM -- LGBT adalah singkatan dari Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender. Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa "komunitas gay" karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan. LGBT merupakan istilah modern yang merujuk pada gabungan empat kumpulan perilaku penyimpangan seksual dan identitas gender. Komunitas LGBT mempunyai lambang, yaitu bendera Pelangi. Warnanya mencermunkan keragaman komunitas LGBT dan spektrum orientasi seks dan gender manusia.
Dalam beberapa tahun ini, isu LGBT banyak diperbincangkan di dunia khususnya di Indonesia. Hal ini dikarenakan, fenomena LGBT yang terus meningkat setiap tahunnya di Indonesia. Beberapa lembaga survei independen dari dalam dan luar negeri menyatakan bahwa 3% penduduk Indonesia adalah LGBT, artinya 7,5 juta dari 250 juta penduduk mengalami penyimpangan orientasi seksual.
Beberapa faktor dan penyebab LGBT adalah dari keluarga atau bergantung pola asuh orang tua. Contohnya adalah anak perempuan yang lebih cenderung dekat dan sayang kepada ayahnya atau sebaliknya anak laki-laki yang lebih cenderung dekat dan sayang kepada ibunya. Hal ini merupakan suatu pembelajaran bagi anak. Tetapi ketika perilaku kekerasan yang diberikan oleh seorang ayah kepada anak perempuannya atau sebaliknya dengan berbagai konflik yang berbeda dapat menciptakan perasaan trauma bagi anak tersebut. Akibatnya timbullah perasaan benci kepada sosok ayahnya dan nantinya anak perempuan tersebut bisa membenci semua laki-laki, dan ia lebih memilih untuk menyukai sesama jenisnya.
Faktor lingkungan dan dengan siapa seseorang tersebut bergaul serta gaya hidup yang dipakai juga menjadi salah satu faktor penyebab yang paling dominan terhadap keputusan seseorang untuk menjadi bagian dari komunitas LGBT. Dalam hal ini LGBT dapat dianalogikan sebagai sebuah virus yang dapat menyerang siapa saja. Kembali lagi kepada sistem kekebalan tubuh seseorang tersebut untuk dapat menerima virus LGBT ini atau tidak, sebab sistem imun seseorang itu berbeda-beda. Apabila tidak dilandasi dengan keimanan yang kuat, maka lingkungan tersebut akan bisa mempengaruhi, ditambah lagi hubungan pergaulan yang terkesan bebas dan tidak dengan aturan akan semakin memperkuat virus LGBT masuk ke dalam tubuh seseorang.
Berbagai pandangan tentang LGBT mulai muncul di masyarakat, dan tentunya hal ini menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat. Ketidaksetujuan ini dilihat dari sudut pandang agama, budaya, dan norma-norma yang berlaku di Indonesia. Namun di sisi lain, ada juga masyarakat yang berpendapat bahwa, setiap orang punya hak asasi manusia yang berarti setiap orang mempumyai kebebasan untuk memilih jalan hidupnya masing-masing.
Indonesia merupakan negara yang mengakui 6 agama, yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu yang dimana semua agama tersebut memiliki tradisi budaya yang sangat kuat. Oleh karena itu, pandangan LGBT seringkali di pengaruhi oleh nilai – nilai agama dan norma budaya yang berlaku. Dalam ajaran agama, homoseksualitas dianggap sebagai perbuatan yang menentang ajaran Tuhan karena, tidak sesuai dengan ajaran kitab suci. Ketidaksetujuan dari agama ini merupakan bentuk ajakan untuk kembali ke nilai spiritual. Namun demikian, meskipun menolak penyimpangan seksual ini, mereka tetap diajarkan untuk menghormati dan tidak mendiskriminasi indivu LGBT.
Sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di daerah pedesaan menganggap bahwa LGBT merupakan penyimpangan dari norma-norma yang ada di Indonesia. Namun, di kota-kota besar yang pemikirannya jauh lebih terbuka, ada pergeseran sikap terhadap LGBT. Generasi muda yang menerima informasi global, cenderung lebih menerima adanya perbedaan orientasi seksual dan identitas gender. Masyarakat perkotaan lebih sering mendiskusikan pentingnya kebebasan individu, hak asasi manusia, dan kesetaraan bagi semua kelompok, termasuk komunitas LGBT. Namun, meskipun demikian masih banyak tantangan yang dihadapi oleh individu LGBT di Indonesia, seperti stigma sosial yang kuat dan diskriminasi.
Ketidaksetujuan terhadap kelompok LGBT muncul dari nilai-nilai tradisional yang telah mandarah daging. Seharusnya, konsep pernikahan dan hubungan romantis antara pria dan wanita. Hal ini dianggap sebagai pondasi keluarga yang wajar, yang berperan penting untuk keberlanjutan hubungan. Identitas LGBT dianggap bertentangan dengan norma yang berlaku. Hal ini didasarkan oleh pentingnya reproduksi biologis dan untuk melanjutkan garis keturunan, yang tentunya tidak bisa didapatkan dari hubungan LGBT.
Ketidaksetujuan LGBT juga muncul dari kecemasan terhadap perubahan sosial dan mengancam stabilitas tatanan yang ada. Masyarakat yang memegang teguh adat istiadat menganggap ini sebagai ancaman terhadap nilai tradisional. Mereka khawatir bahwa hal ini akan mengubah persepsi terhadap pernikahan yang selama ini sebagai ikatan sakral pria dan wanita. Kekhawatiran ini terjadi karena penerimaan LGBT dapat memengaruhi generasi muda untuk mengikuti gaya hidup yang dianggap tidak sesuai dengan norma. Ketidaksetujuan ini juga dikhawatirkan akan mempengaruhi anak-anak dan remaja dan yang terpengaruh menjadi invidu LGBT tersebut.
Ketidaksetujuan sosial ini tidak hanya menjadi hambatan dalam penerimaan, namun berdampak besar bagi komunitas atau individu LGBT. Diskriminasi, pelecehan, dan kekerasan adalah contoh nyata dari dampat tersebut. Di lingkungan pekerjaan seorang LGBT mendapatkan banyak hambatan salah satunya, yaitu diperlakukan tidak adil. Di lingkungan pendidikan individu LGBT kerap menkadi korban bullying, tentunya hal ini akan mempengaruhi prestasi akademik dan juga kesehatan mental. Hal ini tentunya menjadi dampak serius pada kesehatan mental individu LGBT. Tingkat depresi, kecemasan, dan bunuh diri lebih tinggi dikalangan individu LGBT dibandingkan dengan masyarakat umum.
Pendidikan inklusif adalah salah satu cara yang efektif untuk mengurangi stereotip dan stigma terhadap LGBT. Dengan memberikan informasi yang akurat tentang orientasi seksual dan identitas gender, masyarakat dapat belajar untuk lebih memahami keberagaman manusia. Media juga memiliki peran penting dalam membentuk opini publik. Representasi positif dan realistis tentang komunitas LGBT dapat membantu mengubah pandangan masyarakat. Misalnya, film, acara televisi, dan cerita-cerita yang menggambarkan individu LGBT sebagai bagian dari masyarakat yang berkontribusi dapat membantu mengurangi prasangka.
Ketidaksetujuan terhadap LGBT dalam perspektif sosial seringkali didasarkan pada nilai-nilai tradisional, agama, dan norma budaya yang menganggap orientasi seksual dan identitas gender di luar heteronormatif sebagai sesuatu yang tidak sesuai. Pandangan ini bertujuan untuk mempertahankan tatanan sosial yang dianggap ideal oleh kelompok tertentu. Namun, sikap ini sering berujung pada diskriminasi dan marginalisasi terhadap individu LGBT, yang memperparah ketidakadilan sosial.
Oleh karena itu, diperlukan pendekatan dialogis yang inklusif untuk menjembatani perbedaan pandangan ini, dengan tetap menghormati hak asasi manusia dan keberagaman dalam masyarakat. Pendekatan ini dapat membantu menciptakan keseimbangan antara nilai-nilai tradisional dan perubahan sosial yang terus berkembang.
Krisis Darurat Militer Korea Selatan: Implikasi Diplomasi Dan Hukum Internasional
Pendahuluan: Babak Baru dalam Krisis Politik Korea Selatan.
Tradisi Nuham Pnandan di Kerinci Jambi
BEDELAU.COM --Kenduri sko merupakan acara turun temurun dari masyarak.
Tantangan dan Peluang Industri Kendaraan Listrik di Indonesia
BEDELAU.COM --Industri kendaraan listrik (EV) .